Sabtu, 08 Desember 2007

Kampanye: Pembodohan Publik

Demokrasi sedang tumbuh dinegeri ini, dan salah satu ciri pertumbuhanya adalah maraknya pemilihan kepala daerah atau yang lazimya disebut PILKADA. Akhir-akhir ini pilkada ada dimana-mana, ada di Kal-Bar, Sulsel, Maluku dan masih banyak lagi pulau yang terkena demam demokrasi. Dan ini adalah proses pemilihan langsung atau dalam bahasa canggihnya direct election. Hari-hari ini, PILGUB sedang ada juga dipulau kalimantan khususnya KalBar dan tampak sekali banyak baliho dan atribut pilkada yang tampak tak sedap dipandang mata karena banyak yang pasang pada tempat publik yang tidak tepat. Kali ini, saya ingin bercerita tentang pengalamanku mengikuti suatu tahap PILKADA yang disebut Kampanye. Dua hari yang lalu, tepatnya, minggu 4 November, dikotaku sedang berlangsung kampanye salah satu kandidat gubernur. Kandidat tersebut membawanya bersamanya beberapa artis ibukota yang cukup ternama seperti Dewi Persik, Rhoma Irama, Basuki, Eva KDI dll. Karena tertarik dengan artisnya, saya memutuskan untuk pergi menonton kampanye tersebut walaupun dalam keadaan yang berdesak-desakan. Setiap hari, poster kandidat tersebut terpampang dihampir setiap pojok kota dengan slogan yang mau mengatakan bahwa jika dia terpilih maka pendidikan dari SD sampai SMA akan GRATIS. Dan dalam setiap pojok wawancara dengan wartawan pun dia akan berkata hal yang sama. Saya datang ke acara kampanye itu, sekitar jam satu siang, acara dimulai dengan lagu-lagu pop dan rock yang dibawakan band lokal dan saya cukup terhibur dan puas. Tanpa saya sadari, satu jam telah berlalu dan kandidat belum muncul. Setelah beberapa lagu, sang kandidat memasuki mimbar dan berteriak diiringi yel-yel pasangan tersebut. Dia mulai bertanya pertanyaan retorik yang bodoh seperti; mau pendidikan gratis, kesehatan gratis dll. Sang kandidat hanya mengunakan kesempatanya untuk menjelaskan cara mencoblos dan meminta penonton mengacungkan jumlah jari sesuai nomor urutnya dan berteriak: ingat tanggal 15 november pilih nomor brapa? Sambil disambut teriakan pendukungnya. Setelah itu, sang kandidat duduk dan dilanjutkan dengan acara musik dengan menampilkan artis-artis ibukota tersebut. Ada beberapa hal yang saya pelajari dari tahap politik seperti ini.nampak jelas bahwa rasionalitas program kandidat bukanlah hal utama dalam PILKADA ini, ini tampak dengan ketiadaan sang kandidat dalam menjelaskan tentang cara bagaimana dia akan membuat pendidikan gratis, apa langkah yang diambilnya? Saya tidak mengetahui mengapa dia tidak menjelaskanya dengan detail. Apakah karena kita terlalu bodoh hingga tak mampu mengerti, maka dia memilih tak menjelaskanya? Atau dia pikir itu memang tidak penting toh menurutnya kita tidak membutuhkanya? Atau dia memang hanya mengada-ada saja untuk membohongi publik. Tapi saya ini, yang merasa suka politik dan ingin mengerti rasionalits program kandidat tersebut merasa penting mengetahui rasionalitas unruk mencapai program sang kandidat tersebut. Saya ingin yakin sebelum memilih. Tapi tampaknya kampanye tak jauh bedanya dengan konser musik yang intinya hiburan saja. Maka tanpa kita sadari, kita telah dibohongi sang kandidat dan secara langsung kita menerimanya. Saya mengamati, PILKADA sekarang sangat jarang mengedepankan kualitas politik yang layak. Isu yang diangkatpun selalu bersipat primordial dan provokatif seperti suku, agama dll. Kedewasaan politik di negeri ini masih jauh dari ideal. Kita memilih berdasarkan suku, agama dll. Aduh saya binggung nanti apa mau milih atau tidak. Empat kandidat gubernur Kalbar menurut saya tidak ada yang berkualitas dan memilki sifat kepemimpinan

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng