Sabtu, 08 Desember 2007

Melirik PILKADA KAL-BAR

Hari ini saya datang ke TPS yang terdekat untuk mencoblos dalam PILGUB Kal-Bar. Saya, sebagai warga negara turut dalam pesta demokrasi tersebut sebagai wujud partisipasi politiku di negaraku ini. Saya memilih salah satu calon dengan sadar dan dengan penuh pertimbangan yang didasarkan pada analisis pribadi. Memang, calon yang saya pilih bukanlah yang baik dan yang ideal menurutku, tetapi menurutku dialah yang bisa kupilih karena beberapa alasan. Pertama, calon itu dekat dengan lingkunganku. Walaupun secara kepempinan saya tidak puas dan bahkan kecewa dengan caranya memimpin dan primordialisme pikiiranya. Tetapi hanya dia yang dekat dan nyata pekerjaanya walaupun tidak memuaskan. Yang lain belum kuketahui dan belum kukenal. Kedua, calon itu merupakan orang yang menurutku berani dalam memimpin walaupun kadang salah dan bahkan terlalu berani. Ketiga, calon tersebut merupakan orang yang memiliki kesamaan ras dan agama . mungkin aku primordial tetapi dimanpun orang selalu cenderung begitu. Liat aja Indonesia, presidenya mesti wong Jawa. Keempat, saya memang gak ada pilihan lagi karena ketiga yang lain tak kuketahui jejaknya.
Namun didalam batinku aku memiliki beberapa pertanyaan tentang demokrasi itu sendiri. Saya menyakini apa yang dikatakan Fukuyama bahwa demokrasi yang sehat belum bisa tumbuh dalam negara yang miskin. Memang menurutku, kita harus makmur dahulu untuk bisa menjalankan demokrasi yang berkualitas. Maka selama kita masih miskin, demokrasi dalah seorang anak yang belum bisa berjalan. Dia akan selalu terjatuh. Hal ini saya katakan ketika melihat banyak PILKADA diseluruh indonesia yang penuh kekerasan dan penipuan. Banyak sekali kekerasan yang dilakukan atas nama PILKADA. Di Maluku dan Sulewesi Pilkada penuh pertengkaran dan kekerasan. Ada ketidaksiapan dalam menghadapi kekerasan dan kekalahan. Maka benarlah apa kata sang bijak bahwa pilihlah orang yang siap kalah dalam pilkada kaerna orang seperti pada umunya bijaksana. Maka saya pun melakukan hal itu. Saya percaya bahwa untuk dapat berdemokrasi, rakyat haruslah terdidik dahulu, dengan itu maka akan tercipta kesadaran politk yang dewasa yang tidak didasarkan pada uang dan kefeodalan lainya. Saya rasa saya mesti menunggu lama untuk dapat melihat hal seperti itu terjadi. Mungkin 50 tahun lagi. Ya iyulah harapanku. Dan saya masih resah dengan pilkada ditempatku karena saya mendengar kabar bahwa ada calon yang belum siap kalah dan saya takut ada konflik etnis. Saya takut akan adanya pertengkaran yang seharusnya tidak terjadi hanya karena ketidakdewasaan berdemokrasi. Maka saya hari-hari ini cemas dengan kampungku.

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng