Rabu, 04 Juni 2008

Kemiskinan dan Kekayaan

Tidak selamanya kemiskinan itu buruk dan jahat. Ada saat-saatnya ketika kemiskinan itu justru sangat baik untuk diri kita. Mungkin bagi kebanyakan orang, hal yang kukatakan ini sangat aneh dan bertentangan, namun ini adalah cerita tentang loncatan kemiskinan menuju kekayaan. Aku yang dari keluarga miskin atau dapat dikatakan sederhana ini mempunyai beberapa saudara. Salah satu saudara laki-lakiku bernama Ajung. Dia tinggal dikampung tempat kami sekeluarga dilahirkan. Sejak berhenti sekolah dikelas dua SMP, abangku yang satu ini menekuni satu pekerjaan yang sangat berat menurutku, yaitu menjadi penambang emas dan intan. Yang menurut versi pemerintah disebut penambang illegal. Sejak dulu, abangku bekerja mencari intan dan emas, dia pernah menjadi anak buah, orang kepercayan ayahku dan akhirnya saat ini ia memiliki tiga set mesin tambang atau dalam bahasa lokal disebut mesin dompeng. Sejak bertahun-tahun bekerja, abangku dapat dikatakan lumayan berhasil yang bearti pekerjaanya itu cukup meghidupi keluarganya. Dia pun memiliki istri yang cukup rajin menyadap karet milik orangtuaku. Memang, hanya abangku inilah yang tinggal menetap dikampungku itu sekarang. Saya yang masih sekolah dulu, sering tinggal dengan saudara-saudaraku yang lain hingga sekarang. Dulu, ketika abangku ini masih miskin an cukup susah karena pas-pasan, dia baik, tidak rakus dan tidak tamak. Setiap jualan intan walaupun sedikit dia selalu memberitahu mamaku karena tempat ia bekerja adalah tanah ibu kami. Ibuku pun tak pernah meminta ia harus memberi bagian 15 percen (sesuai ketentuan umumnya disini) jika ia hanya mendapat sedikit rejeki. Hampir setiap jualan karet, ibuku tak pernah meminta ataupun bertanya. Ibuku mengerti bahwa mereka dalam keadaan pas-pasan. Memang kuakui, abangku yang satu ini dari kecil dikenal paling “penjahat’ karena perbuatanya. Dialah yang paling sering mencuri uang ayah kami, yang paling sering memboroskan uang ayah. Dia sering mencuri barang dirumah dan bahkan mencuri uang ibuku. Secara singkat dapat dikatakan dia merupakan yang terbandel dan ternekat diantara kami semua.abangku yang dulunya pas-pasan saja, bersikap biasa saja.istrinya juga begitu. Saya ingat persis nama istrinya yang sangat pendek. OLE. Ya itu nama kakak iparku. Dia datang dari sebuah desa bernam monte dan waktu datang tiba-tiba dengan abangku, dia hanya membawa secarik pakaian yang melekat ditubuhnya saja. Memang kita harus kita pahami, seorang yang hanya tamat SD kadang susah untuk diajari. Awalnya dia cukup jahat dengan ibuku dan aku, tetapi seiring waktu dan keadaanya yang pas-pasan, dia pun mulai membaik. Mungkin dapat kukatakan kehidupan keluarga abangku yang inilah yang paling sering dibantu oleh ibuku walupun ia juga tak kaya. Hasil bagian kebun karet yang disadap orang lain selalu di minta abangku langsung keorangnya. Bagian hasil tanah jika ada orang lain bekerja juga diambilnya, pernikahanya dukampungpun boleh dikatakan cukup meriah dengan memotong tiga ekor babi ketika aku kelas enam SD. Dapat kukatakan, ibuku telah all out membantunya dengan sebisanya. Dan tentu bagi kita kebanyakan itu sudah merupakan tanggung jawab orangtua. Dan itulah ibuku. Ia selalu membantu walaupun kadang-kadang ia membutuhkan juga bantuan.

Akhir-akhir ini, mungkin tepatnya sekitar hampir empat bulan. Perubahan drastis menyapa abangku Ajungku ini. Selama empat bulan berturut-turut, Tuhan dan alam sedang bersikap baik terhadapnya. Hampir setiap minggu, abangku memperoleh intan dan emas. Hampir setiap minggu ia bisa menjual rata-rata diatas 50 juta rupiah.Yang mugkin setelah dibagi anak buahnya dia bisa mendapat 30 juta. Dapat dikatakan ia bergaji bersih 20 Juta sebulan. Hampir dua atau tiga kali, saya pernah menyaksikan abangku berjualan intan dirumah. Tiga kali ia berhasil menjual 77,73, 78 juta. Dan yang terbanyak yang saya ketahui adalah berjumlah 93 juta rupiah. Sejak melihat tanah dan hasil penjualan abangku yang berhasil, mamaku mulai meminta haknya yang 15 percen dan tentu itu haknya karena saat ini abangku berhasil. Jika ia tidak berhasil atau hanya berjualan pas-pasan ibuku tak pernah meminta. Saya tak ingat kapan, abangku itu memberi uang pada ibuku hasil penjualan intan, tetapi hasil itu jauh dibawah hasil pembagian yang seharusnya. Ia hanya memberi sesuka hatinya seperti memberi dari milik pribadinya sendiri. Katakan 1,2,3 juta saja. Saya pernah ingat ia berjualan 68 Juta ia hanya memberi 4 Juta (seharusnya 15 percen sekitar 9 juta). Setelah berkali-kali menegurnya, mamaku sampai kewalahan dan kadang menangis melihat abangku yang sekarang tamak dan rakus itu. Lalu akupun menyuruh abangku yang tertua menegurnya. Abangku yang tertua berkata padanya”hak orangtua tetaplah milik orangtua. Jangan diganggu dan terserah mau dia apakan. Mama sudah tua jadi jangan dibuat susah”. Namun ia pun tak mengindahkanya. Dia tetap saja bertindak semau perutnya. Sekarang abangku ini pelit dan yang paling saya tidak sukai tak menghormati ibuku. Dia sekarang membeli rumah yang cukup bagus dan besar dikota. Seingatku sekitar 80an juta dan direnovasinya. Kami bersama kakaku yang pulang dari blora sekarang mengontak sebuah ruko untuk tinggal, tepat disebelah toko bangunan kakaku. Karena toko kakaku sudah penuh dan hanya ada dua kamar. Tentu rumah itu tak lah cukup. Saya, adiku, ibuku, kakaku dan dua anaknya dan beserta suaminya. Ya sekitar berdelapan. Bulan mei ini, kami harus pindah karena sudah habis waktunya. Maka kami pun ingin pindah dirumah abangku ajung ini. Tetapi tak disangka, istrinya menolak kami dan terutama kakaku yang dari blora bersama anaknya. Dan celakanya lagi, abangku ini termasuk suami penurut terhadap istri. Istri berubah jahat dan mendung mukanya jika saya,ibuku,atau kakaku mampir kerumahnya yang direhab itu. Mamaku marah besar terhadap abangku dan istrinya. Mamaku memarah dan menyumpahi abangku dan istrinya. Banyak sekali perkataan ibuku:tak tahu diri, dulu datng bawa sehelai baju, dah beduit dan begigi mulai mau menggigit. Gak sadar dari mana datangya rejeki itu kalau bukan dari tanahku, bagian tanahku pun tak pernah penuh diberi dan banyak lagi. Sampai dalam bahasa kasarnya mamaku melarang abangku bekerja ditanahnya. Saya pun tak bisa mengerti abangku menjadi sedemikian jahat dan tega.bahkan sama ibunya dan saudaranya. Dia malah mengikuti istrinya yang bodoh itu. Memang uang itu kadang merusak. Kekayaan membuat kita congkak dan kejam dan bengis. Setelah dimarah, abangku tentu tak bisa menolak ibuku,aku serta adiku. Tetapi kakaku yang sudah berkeluarga dan sedang susah tadi tidak enak akhirnya mebuat kamar kecil bersama kakaku yang memiliki toko bangunan itu. Hampir setiap hari ketika renovasi, saya mengangkut bahan bangunan dengan mobil untuk rumahnya. Mengangkut triplek,semen,batako, paku cat dll. Namun boleh dikatakan hampir jarang dan sangat jarang sekali setiap jualan ia memberiku uang sekedar 200 ribu rupiah. Ada jika kita meminta. Namun saya paling malu dan jarang meminta. Yang ingin saya katakan, saya tak suka sikap abangku dengan ibuku. Dia tidak sopan dan santun dengan ibuku.ada waktunya ketika nasib berkata lain. Setiap hal yang menyakitkan orangtua pasti adalah imbalanya:KARMA BERLAKU: saya yang muda ini tentu tak masuk hitungan olehnya. Oke saya terima. Kami pun siap pindah ditempat abangku itu. Secara pribadi, saya bersikap masa bodoh dengan istrinya dan dia. Saya cuek saja. Saya dapat satu kamar dan ibuku juga. Saya pingin melihat sampai kapan dia seperti itu. Dalam bahasa kampungku:namus kome nyatuk kakayaane yang bearti sampai dimana sih duitnya itu. Hidup kita ini bukan hanya sehari atau setahun. Jangan terlalu sombong. Setelah cukup sering diomeli dan diingatkan oleh abangku tang paling tua, Ajung masih saja keras kepala dan tetap tamak dan rakus. Pernah suatu hari ia pergi sendiri menjual intanya. Ketika kakaku yang juga ikut bekerja denganya bertanya berapa harga penjualanya, ia mengatakan 65 juta. Jadi menurut cara pembagian untung dari harga beli dari karyawanya sekitar 18 juta. Jadi harus dibagi dua jadi masing-masing 9 juta. Ternyata ia berbohong, dia menjual intanya seharga 76 Juta rupiah karena abangku yang ketiga mengenal pembeli intanya dan menelpon sipembeli. Abangku yang ketiga bernama Anen juga agak kesal terhadapnya.dulunya Ajung belajar melihat intan dari dirinya, tetapi sekarang menyuruhnya menaksir harga intanyapun ia tidak mau. Aku kadang tak mengerti mengapa orang bisa begitu tega ketika sudah berhadapan dengan uang. Uang lebih menimbulkan kejahatan daripada kebaikan. Uang kadang mengandaikan dan bahkan bisa meniadakan hubungan kekeluargaan. Saya marah dengan sikap abangku Ajung. Ketika miskin ia baik, dan kemiskinan membuatnya sadar akan rasa dan keluarga. Tetapi sedikit kekayaan dari tuhan telah membuatnya jatuh dalam godaan setan dan ia terjerembab didalamnya. Aku selalu berdoa iaberhasil dan sadar akan kesalahanya. Aku yang adik ini tak dapat berkata banyak dan hanya mampu menulisnya sebagai ungkapan kemarahan. Semoga ia sembuh dari penyakit tamak dan rakusnya, dan semoga jangan sampai kemiskinan lagi yang membuatnya sadar.


Peace and Love



Kristian

Difficult to Speak English???

When I was at college, I used to speak English most of the time since I took English Education as my major. At college, some of my friends and I decided to use English language as a medium of communication in order to improve our English speaking ability. Along with the time, our English gets better and better. Some of my friends say that my way of speaking English is interesting and unique. After graduation, I decided to go home and started teaching English at Vocational High school. Teaching English in my hometown does not require me to speak English all the time when I teach. I use Indonesian language to explain and less use of English in the class because students cannot understand English spoken very well. Maybe the percentage is 60:40, Indonesian 60 and English 40 percent. These few days, I have realized and found that my spoken English is declining and it’s hard to find the right utterances when I want to speak English. Here, I have no friends to speak to, and thus it makes my practice time gets low and sometimes I just speak to myself.

Pak Purba

Benarlah kata orang bijak bahwa guru itu tidak pernah mati. Walaupun ia telah mati secara fisik, tapi didikanya akan selalu tinggal didalam sanubari muridnya. Dan hal itulah yang selalu teringat dibenak saya seiap kali saya membuka kamus besar Bahasa Inggris Longman saya. Saya selalu teringat seorang tua yang bertubuh pendek, berwajah biasa walupun ia selalu berkata ia ganteng ketika muda, dan berambut agak sedikit dijidatnya. Orang tua itu tidak lain dan tidak bukan adalah mantan dosen Vocabulary dan translationku Pak Purba. Ketika pertama kali kulihat orang tua itu, tentu dia tidak menggirahkan dan kurang menarik. Tetapi pak Purba sangat terkenal suka menyepak tiap mahasiswa yang suka duduk ditangga naik Universitas Sanata Dharma. Kami selalu bubar jika melihat ia sudah berjalan kearah kami dan selalu menyapa dia dengan sapaan “Good Morning Sir” dan selalu dijawabnya mantap “Good Morning Too”. Pernah aku melihatnya datang dengan Vespa tahun 70an yang digunakanya setipa hari kekampus. Kata kawanku, vespa itu telah menemani sejak tahun 80an. Pak Purba bukanlah muda lagi, ia sudah menjadi dosen di PBI Sanata Dharma sejak tahun 1971 dan ia merupakan salah satu sesepuh dijurusanku.Tapi jika dilihat dari sikapnya yang rendah hati dan biasa saja, saya tak mengira ia sesenior itu. Pada dosen muda ia selalu bersahaja dan ramah. Ia tak tanpak sombong. Ketika aku pertama kali mengambil mata kuliah yang diampunya: Vocabulary I, baru itu aku mengenal ia lebih jauh. Ia selalu membawa lima kamus yang kadang diikatnya atau dimasukanya dalam keranjang seperti yang dipake dimall untuk belanja. Ia sangat low profile. Pernah kami sekelas sedikit bertanya tentang bagaimana cara mengucapkan kata “story’ apakah mengunakan o murni atau gabungan o dengan a. Dia akhirinya pergi kecommon room dan mengambil kamus super besar karangan Daniel Jones yang merupakan Mbahnya Phonetic Bahasa Inggris. Dalam kuliahnya baik translation amupun Vocabulary, pak Purba selalu punya cerita lucu yang elevan dengan bahan kuliah yang dijarkan olehnya. Ia adalah pengajar dan pendidik yang sangat amat baik. Ia selalu menyuruh kami membuka kamus dan ia pun memberi teladan itu. Pernah ia menyebut kami sombong karena gak mau buka kamus dengan cara yang lucu. Aku pun tertawa dan semua diajarkanya masuk dengan gampangnya di otaku. Jujur, pembedaharaan kata Inggrisku sangat berkembang oleh pak Purba. Maka tak heran ketika aku mau membuka kamus untuk mencari suatu kata, aku teringat pada sosok pak Purba. Ah...kuliahnya memang asyik sekali. Aku tak pernah bosen walupun dua jam mendengar ia memberi kuliah. Waktu berjalan dengan cepat dan singkat sekali. Hampir setiap kali masuk kuliahnya, aku pasti tertawa. Pernah aku masuk kelasnya walupun aku sudah tak mengambil mata kuliahnya lagi. Ia menyuruhku duduk dan ikut mengisi test Vocabular yang diberinya tiap mseminggu sekali. Memang pak Purba tak ada matinya. Tak berapa bulan lalu, aku tak ingat lagi. Temanku mengirim sms bahwa pak Purba tak lagi mengajar karena ia terserang strok ringan dan mungkin berhenti mengajar dari Sanata Dharma.Maka aku merasa sedih sekali, karena para juniorku tak merasakan pedulinya pak Purba pada pengucapan dan Bahasa Inggris kami. Ia sangat alergi pada kesalahan dan itu adalah bentuk kepedulianya. Pak Purab aku ingin mengucapkan terima kasih atas segala yang telah kau tanamkan dalam sanubariku. Kau adalah slah satu guruku yang tak akan pernah mati dalam benaku. Aku dapat berkata dengan bangga pada muridku kini bahwa aku punya dosen selucu dan sehebat dirimu. Pak Purba semoga cepat sembuh ya dan semoga bisa ngajar lagi. Saya tak pernah melihatmu keletihan mengajar tiga kelas dalam sehari dan tetap bersemangat dengan mahasiswamu. Pak purba adalah salah satu dorongan yang membuat aku mau mengajar sampai sekarang. Dan tiap kali aku membuka kamusku, aku teringat akan dirimu dan lucunya caramu mengajar dan bercerita. Terima kasih guruku yang luar biasa.

Love and Peace



Kristian

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng