Sabtu, 03 November 2007

DAYAK: ORIGIN

Most people, when they first hear the world ‘Kalimantan’, the first word that comes up in their mind is ‘Dayak”. They know that Dayak is a tribe which lives in Borneo. Recently, I have been thinking about my origin too. Frankly, I am a half-blooded Dayak only, but I need to know where my ancestors came from. Then I check in my Encarta , I found the history of Dayak.
Dayak, also Dyak, name applied to aboriginal inhabitants of the island of Borneo, particularly to the tribes of the interior of the state of Sarawak. The Dayak are divided into six groups: the Penans, Klemantans, and Kenyahs, who represent the oldest Dayak elements of Borneo, and the Kayans, Muruts, and Iban, who are later arrivals. Physically, the Dayak are the result of long-term admixture of Chinese, Malay, and Negrito peoples. The Iban, known as Sea Dayak and famous as pirates and conquerors, were probably the latest of the Dayak to arrive in Borneo; they alone of the Dayak groups inhabit the coastal region. They bear strong ethnological similarities to the Malays, who came to Borneo in the 12th century. Many Iban have been converted to Christianity, some practice an amalgam of Christianity and traditional beliefs, and some still follow their traditional beliefs.
The other Dayak groups, especially the Kayans and Penans, have maintained their ancient customs, habits, and religious beliefs to a much greater extent. They follow a polytheistic rite of worship that incorporates a system of major and minor gods. The form of worship and the nomenclature of the respective gods vary from tribe to tribe.
The Dayak practice of headhunting, rooted for the most part in religious beliefs, is rapidly dying out. The Iban, formerly the most notorious of the headhunters, have given up the custom more quickly than the other tribes, probably because, living on the coast, they are in more direct contact with other cultures.
The Dayak are skilled in crafts, making fine cloth and excellent iron weapons. They are efficient in the use of the blowpipe for hunting and are noted for the construction of serviceable bamboo suspension bridges. Rice cultivation, hunting, and the gathering of wild fruit are their main means of subsistence. The Dayak population of Borneo has been estimated as slightly more than 1 million.
In recent years the traditional lifestyles of the Dayak have become increasingly endangered by industrialization, logging, and forced government resettlement. Many Dayak have been active in the struggle to save their forest homeland.
Microsoft ® Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved.

AMUI…..MURIDKU

Beberapa hari yang lalu, saya tidak ingat persis harinya, saya mendapat sebuah kiriman SMS. Kiriman SMS tersebut berasal dari salah satu muridku waktu saya mengajar di Riau dulu. Muridku itu, yang namanya Leny, dan sering kupanggil Amui karena memang dia ras Cina dan sangat putih. Kiriman SMS dari Leny tersebut telah membuatku kembali menggingat kembali cerita –ceritaku di Riau dulu. Pada waktu itu, aku menangani sekitar empat kelas siswa yang jumlahnya sekitar 150 siswa. Mereka adalah anak-anak muda yang ceria dan bergairah. Ada kelas yang mayoritas penghuniya adalah kaum hawa, dan rame sekali. Ada yang nakal, ada yang kalem banget dan bahkan ada yang lebih dewasa. Leny adalah salah satu muridku itu.Dia mengirim SMS padaku bahwa dia sudah kangen dan yang istimewanya lagi menurutku, dia masih ingat akan gurunya ini. Sekarang aku ingat akan kebenaran pepatah umum yang bunyinya “guru tidak pernah mati”. Di saat ini saya melihat kehebatan pengaruh seornag guru terhadap muridnya. Guru akan selalu diingat oleh muridnya, seperti Leny yang masih ingat akan gurunya ini. Malam ini saya membalas SMS leny dan dia mengatkan senang banget bahwa saya masih ingat dia dan Leny sekarang kuliah di Medan mengambil jurusan Sistem Informatika. Sebagai gurunya, saya berharap Leny dapat sukses dan bahagia karena keberhasilan seorang guru tergantung dari keberhasilan muridnya. Maka tiada kata lain yang ingin kuucapkan yaitu terima kasih untuk guru-guruku. Terima kasih atas jasa-jasamu



Kristian

There is a thief in our home

There is something wrong in our home. There is an untrustworthy person.
This afternoon, when I came home from school, there was a piece of inconvenient news. The news was someone had stolen some money from the shop. The stolen money was estimated around 300 thousand Rupiah. And it has something to do with me. Here is the story. As usual, everyday I keep the phone shop from afternoon till 9 pm at night. After going home from school, I take care of myself and be ready at the shop to help my sister in-law. My sister in-law usually goes with her friends at night and she often asks me to replace her position. Last night, as usually, I kept the shop till 9 pm and then I closed the shop. Before closing the shop, I counted the money which was around 300 thousand Rupiah or more then I locked the drawer and put the key in the room in which my sister sleeps. I usually put the key there since my sister in-law does not live in the same home. She lives in her own home. This morning, when I came home from school, she asked me a question, “did you bring along the money with you?” As I usually do. I said “no, I didn’t” I left all the money in the drawer. Then we understand that the money was stolen and the thief might be someone inside the home. We don’t know yet who stole it. This is the second incident in this month. First, my real sister’s money was stolen few weeks ago. The amount was 300 Malaysian Ringgit. The incident happened at daylight too. Till now, we have the accused already but we haven’t got the proofs yet. To some extent, I felt a bit uneasy with my sister in-law because she had lost some of her money. I feel that there is a burden in me to find the thief and prove that someone has to be responsible for his action. The suspected man is her brother. He has a bad record in the history of stealing his own family money. I don’t know what to say about him. I am blind and I don’t fit well with him. A reason why I don’t get along with him is in my observation he is a drug user. He has had a therapy in Bogor but I think he has not changed. He still likes going to pub, discotheque and such kinds of places, in which he is close to drug. I am pity on him to a certain extent and to his parents. He is almost 40 years old. I am so sorry for the stolen money and for the story.

Hidup Memang Sulit

Baru-baru ini, hidup memang terasa sulit bagiku dan bagi keluargaku. Ada yang harus pulang dari pulau diluar sana dengan rasa kecewa dan khawatir akan masa depan keluarganya. Ada yang mengalami masalah dengan mertuanya dan ada saja yang masih berkutat tanpa sadar dengan jahatnya narkoba. Memang, kadang hidup memang amat sulit dan bahkan kadang menjepit dikeadaan yang amat sempit. Ya....memang itulah kehidupan karena mesti ada proses belajar didalamnya. Kadang ada yang menyikapi hidup dengan kesabaran yang cukup, ada memang yang agak terlalu cepat mengambil keputusan. Ya...memang itulah hidup yang harus tentunya memiliki bumbu yang seperti dalam masakan kadang membuat enak dan kadang tidak. Pengalaman-pengalaman yang saya lihat tentang hidup berkeluarga, dengan mertua, dan saudara, memang kadang membuat saya agak phopia terhadap apa yang disebut pernikahan. Mungkin juga saya mengidap marriagephobia yang membuat saya was-was dengan hal yang berhubungan degan perkawinan. Masa ini, hidup dikeluargaku memang agak susah dan terasa sulit. Memang tidak semuanya sulit. Tapi memang untuk menjadi lebih baik, perlu masuk sekolah hidup susah dan kesulitan. Memang untuk sukses orang harus ditempa dengan kesusahan dahulu dan saya harap itulah ujian yang sedang dihadapi keluargaku khususnya kakaku dan abangku. Memang saya belum berkeluarga, namun hal seperti ini bisalah kiranya menjadi cermin yang memancarkan pelajaran yang hidup yang tak didapat dibangku kuliah. Pelajaran-pelajaran mengajarkan saya untuk lebih siap dan bahkan berhati-hati mengambil keputusan tentang kehidupanku.
Pada saat sekarang, saya juga belajar bahwa ada manusia yang menghadapi realitas dengan cara yang pada dasarnya tidak sesuai dengan realitas tersebut. Memang bagiku pribadi, hidupku memang sulit dan aku tentunya tidak harus takut akan kesulitan itu. Namun tentu saya berharap kesulitan itu menempaku sedikit lebih baik dalam hidupku. Lalu kadang saya bertanya pada diriku dan Tuhan, apakah hidupku memang harus sesulit ini? Untunglah, saya mengikuti slogan sebuah rokok dalam hidupku juga Enjoy Aja

Hari-Hari InI

Hari – hari ini, saya tidak banyak melakukan apapun dirumah. Saya tidak punya buku baru untuk dibaca, tugas baru untuk dikerjakan, ataupun sesuatu untuk dilakukan. Hari-hari ini memang agak menjemukan. Disekolah, saya hanya melakukan rutinitas mengajar anak-anak Dayak yang memang tanpa maksud merendahkan kemampuan Bahasa Inggrisnya payah sekali. Bahkan ada yang sudah kelas dua masih berkutat dan tidak mengerti dan tahu arti kata ‘write’ dan memang kerja guru berat dinegeri yang bodoh terhadap pendidikan bangsanya. Dirumah, saya hanya membantu kakaku dengan menjaga tokonya dan kadang-kadang mengantar bahan bangunan kelokasi pekerjaan. Dan memang, inilah hari-hari yang sedang kujalani sekarang. Hari-hari ini, saya juga belajar akan arti kehidupan didalam negara yang masih begitu miskin ini. Saya belajar menghargai kehidupan karena melihat kemiskinan yang sebenarya lebih gampang dilihat dikota yang besar seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja dll. Kemiskinan mengingatkan saya ketika saya mengantar barang kesuatu lokasi pembangunan SDN yang lokasi cukup jauh di suatu dusun yang bernama Nuyung. Dengan daerah yang begitu luas dan pepohonan yang cukup banyak, Nuyung bukanlah tempat yang mengerikan. Tetapi didusun ini juga terlihat dengan nyata bahwa kemiskinan sedang menghimpit negara kita yang orang kayanya terus bertambah. Ada gubuk kecil yang beratap sagu dengan lantai alam yang bersahabat yaitu tanah. Ada anak-anak kecil yang pergi menyadap karet yang semestinya kesekolah. Inilah wajah kemiskinan yang saya lihat dan pelajari saat itu. Inilah realitas keadaan negara ini. Dan memang saya tidak tahu apa yang kita telah perbuat. Memang, ada kabar gembira dari dusun ini yaitu SDN mereka akan segera diperbaiki total sebanyak empat ruang. Tapi saya bertanya dalam hatiku, apakah ada guru yang bersedia ditempatkan disitu?. Berdasarkan pemahaman saya, jarang sekali guru yang mau, kalaupun ada hanya segelintir dan pada umumnya sekolah dasar dikampung-kampung kekurangan guru. Disekolah hanya ada dua atau tiga guru termasuk kepala sekolahnya. Inilah potret pendidikan negara kita yang para pembesarnya ingin menerapkan Ujian Nasional demi peningkatan mutu. Ah...saya pikir tuan-tuan besar itu hanya bercanda saja. Mau UAN dengan siswa kelas enam SDN yang membacanya masih terbata-bata? Mau UAN dengan gurunya yang masih menyadap karet dipagi hari? Pasti pak menteri tidak berkaca dulu di cermin pendidikan Indonesia. Wajah kemiskinan kita telah memberi kita pelajaran, terutama bagi saya. Wajah itu telah menyadarkan aku tentang betapa tingginya nilai pendidikan itu. Maka bagi saya hari-hari ini juga berbicara secara tidak langsung mengenai identitas bangsa ini.
Hari-hari ini, kotaku juga sedang sibuk dengan pesta demokrasinya yang disebut PILKADA GUBERNUR. Dan saya pun ingin bertanya apakah demokrasi memang mengejar kekuasaan? Tidak perlukah kedewasaan dahulu didalam berdemokrasi. Hari-hari ini saya menyaksikan kepicikan berpikir warga bangsa ini yang menjual suku untuk menang. Yang mengatas namakan golongan untuk meraih kekuasaan. Dan memang nampaknya pulauku belum siap berdemokrasi. Kita tidak menilai calon pemimpin berdasarkan pelayanan publik yang diberikanya, tetapi dari sukunya dan itu menunjukan kebodohan kita. Dan memang kita belum siap. Maka benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Francis Fukuyama bahwa demokrasi yang sehat belum bisa tumbuh dinegara yang masih miskin dengan pendapan perkapita dibawah 600 USD dan pendidikan yang tak bermutu. Maka demokrasi tak ubah permainan anak-anak. Dan itulah yang terjadi. Saya tidak tahu apakah saya harus memilih atau diam saja. Memang saya akui rasa kesukuan kadang meghampiri dan berkata “ayolah ikuti sukumu’ demi untuk membalas penindasan yang pernah terjadi. Dan merupakan hal yang lazim bahwa yang berkuasa menekan yang minoritas dan lawanya tanpa ampun. Tapi sehatkah? Tidak rasaku. Dan hari-hari ini saya memang binggung karena dunia yang semakin binggung.


Peace and Love



Kristain

TERJEBAK

Malam ini, saya terjebak pada hal yang sama yang menghampiri saya yaitu Kebosanan dan Kesepian. Saya tidak mengerti mengapa kedua hal ini kadang-kadang datang bersamaan. Hari ini saya bosan melihat tingkah anak-anak kelas tiga yang membuat onar ketika apel pagi dengan tidak menghargai pembina yang sedang bicara dan bahkan berani menjawab pembinanya dengan lancang. Saya bosan melihat sikap mereka yang tetap bebal dengan apa yang dikatakan dan tidak sadar akan tugasnya sebagai pelajar. Mereka tidak sadar bahwa UN semakin dekat dan saat ini bukanlah saat berbuat onar. Mungkin memang guru membuat kesalahan atau terkseleo lidah saat bicara didepan. Tapi, menghormati tetaplah suatu kewajiban dan orang yang bijaksana adalah orang yang banyak dan mampu mendengar dengan proaktif. Hari ini, saya juga agak sedikit kesal dengan seorang gadis yang merupakan anggota guru disitu yang selalu menggangap dirinya paling cantik, montok, seksi dengan perkataanya yang tanpa melihat perasaan guru lain. Memang, dia cantik, tapi gak harus narcistik kan? Itulah sebabnya saya kadang tidak mengerti dan memilih untuk diam saja atau pergi kekantin ketika istirahat atau main komputer ketika tidak ada jam mengajar. Saya kadang agak merasa risih mendengar gadis itu bertanya dengan guru lainya; apakah pantatku montok, dadaku sedang dll bahkan kepadaku dan aku lebih memilih mengiyakan saja. Memang, laki-laki harus jujur bahwa kita suka wanita cantik tapi kita mesti melihat lebih dalam dan nampaknya ia terlalu bangga akan kecantikanya. Hari ini, kita memutuskan untuk memberi anak kelas tiga semacam hadiah atas kekurangajaran mereka dengan menjemur mereka seharian. Semoga mereka belajar dari pengalaman itu. Pagi ini, saya mengajar empat jam dikelas dua dan saya mengajarkan mereka cara mendeskripsikan penampilan fisik dalam bahasa Inggris dan menurutku mereka cukup antusias. Memang dijaman sekarang, murid selalu banyak bicara dan susah untuk diajak tenang. Tapi itulah resiko seornag guru.

Love

Kristian

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng