Hari Minggu datang lagi pagi ini, saatnya pergi kegereja untuk sujud dan mohon ampun pada gusti Yesus. Aku datang mohon ampun pada gustiku yang terkasih atas semua dosa-doasku dan semua kesalahanku. Kadang, ada waktunya hatiku tak tertuju pada gustiku yang agung itu,pikiranku melayang dan mengembara entah dimana. Yang pasti cukup aku sering aku tidak berada digereja walupun memang aku disana. Maksudku pikiran dan hatiku kawan. Namun, memang benar apa kata para orang suci sana, bahwa otak bukanlah tempat yang baik untu berdoa. Pikiran hanya tumpuan awal, lalu hatilah yang lebih cocok untuk doa yang berkualitas. Pagi ini, aku duduk di sebelah paling kanan gereja, aku duduk tepat di kursi barisan tengah. Aku melihat kursinya dengan seksama dan kagum akan keindahan dan ketahanan kursi tersebut. Tak lama kemudian, mataku terarah pada mahluk tuhan yang paling beruntung yaitu Manusia. Aku melihat banyak orang datang dan biasanya mataku tertuju pada para wanita yang cantik dan bersolek seolah bersiap untuk pergi ke wedding party atau kadang ada yang siap ke diskotik. Para wanita cantik pun datang,mereka duduk dan kadang melempar senyum manis kesegala arah. Ah..wanita kadang memang sangat mempesona. Aku mengenal beberapa wajah wanita wanita itu, ada temanku, guruku dulu dan bahkan muridku sekarang. Setelah merasa cukup melihat-lihat, aku berlutut dan berdoa untuk ibuku, saudara-saudariku dan untuku sendiri dan waktu kutulis tulisan ini aku sadar bahwa aku dalam berdoa saja bisa begitu egois. Berdoa kok cuma untuk keluarganya saja, kok ngak untuk teman atau bahkan musuh atau orang gila yang sering kulihat melintas didepan rumah. Setelah berdoa, kembali mataku menerawang dan saat itu mataku tertuju pada sebuah kursi panjang yang berada dibagian terdepan gereja yang letaknya tepat menghadap altar untuk pastor yang memimpin misa. Memang sejak pertama pulang dikotaku ini, setiap aku kegereja kursi panjang depan itu selalu kosong. Banyak umat yang datang, tapi tak satupun umat atau anak-anak yang duduk dikursi itu.sebenarnya minggu ini bukanlah pertama kali saya melihat hal semacam ini. Tapi seringkali saya tak memperhatikan dan bersikap tak peduli sepanjang saya mendapat tempat duduk. Dalam hanya beberapa menit, geraja katholik ini pun tampak penuh dan mulai ramai, ada yang datang dan melihat dimana gerangan ada tempat kosong untuk duduk. Tiba-tiba, datanglah empat orang yang tampaknya kaya dan bahkan sangat kaya dan bukan tampak saja tetapi memang kaya He. Mereka dengan santai berjalan dijalur tengah dan dengan senyum duduk ditempat terdepan yang dikosongkan dari tadi. Tahukah kamu siapa mereka itu kawanku? Oh...saya memang bodoh mereka itukan Bupati beserta istri dan dua anaknya. Ah... memang saya bodoh tak mengerti hal seperti ini. Bukankah penguasa memang ada untuk berkuasa, bukankah kata penguasa hadir disetiap aspek hidup kita dan bahkan digereja pun penguasa tetap mendapat privelese yang sedemikian rupa. Dirumah tuhanpun penguasa berkuasa, apalagi dikantornya yang megah itu dipasti lebih berkuasa. Bagaimana tidak, dirumah tuhan saja dia ada kuasa, apalagi dikantornay. Maka, rakyat tidak akan pernah dipandangnya. Saya, yang tak berkuasa ini, tah karena iri atau cemburu merasa tak senang dengan hal itu. Saya merasa tuhan tak adil dengan saya. Bukankah dimata tuhan kita sama, lalu mengapa sang penguasa tersebut dapat tempat istimewa. Mungkin saya sebaiknya bertanya pada pastor parokinya. Mengapa hal tersebut terjadi dirumah tuhan. Memang enak sekali menjadi penguasa karena hak tuhan pun akan dikuasai.pernah aku melihat ada orang awam yang duduk disitu dan mereka pun diminta pindah oleh orang yang mengatur misa. Makanya, mulai sekarang saya harus berusaha menjadi penguasa biar bisa seperti penguasa itu. Ah…saya bermimpi kali, saya tak berbakat dan tak layak jadi penguasa, dan seandainya saya berkuasa, saya juga akan berkuasa dirumah tuhan. Saya tak akan memandang tuhan. Saya hanya berharap jika ada manusia dari generasiku yang berkuasa nanti tak berkuasa seperti penguasa itu atau aku nanti. Jika Yesus ada dalam gereja tersebut, aku tak tahu apa yang dilakukanya? Mungkin dia hanya tersenyum melihat umatnya yang seperti aku dan penguasa itu. Aku yang umat biasa ini menarawang entah kemana dan penguasa itu berkuasa dirumah tuhan seperti dikantornya.
Peace
Kristian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar