Kamis, 25 September 2008

BOLA DAN PENDIDIKAN

Hari ini, tanpa disengaja, saya merasa sangat ingin sekali menanggapi sebuah berita tentang sepokbola tanah air kita dan ingin sedikit mengaitkannya dengan situasi pendidikan Indonesia.

Bola dan pendidikan secara kasat mata bukanlah sesuatu yang saling berkaitan. Mungkin kedua hal itu bisa dikatakan suatu paradoks. Masing-masing sangat berbeda. Namun jika kita amati, kita akan menemukan suatu kesamaan dan juga perbedaan yang terdapat di kedua hal itu.

Pertama, Kondisi persepakbolaan Indonesia dapat dikatakan sebagai cermin situasi pendidikan Indonesia secara umum. Disepakbola kita, kita sering melihat para supporters berkelahi, pemain meninju wasit, para hooligan memukuli pemain karena timnya kalah. Maka sebenarnya, keadaan sepobola kita berbanding lurus dengan keadaan pendidikan dinegeri kita. Didaerah-daerah banyak sekolah yang rusak berat bahkan diJawa yang notabenya dekat Jakarta juga banyak yang ambruk, Guru-guru banyak yang kurang, banyak guru yang terpaksa harus menjadi serba bisa, penghargaan negara terhadap guru yang sebegitu rendah. Konon, saya pernah membaca di Internet bahwa gaji guru Indonesia merupakan gaji guru terendah seasia tenggara. Sungguh-sungguh amat memalukan. Gambaran sepakbola kita jelas merupakan gambaran pendidikan kita juga. Pendidikan kita mengandung banyak hal yang tak realistis dan kadang ada kebijakan yang mengada-ada misalnya pengadaan buku melalui BSE [ Buku Sekolah Elektronik] ini adalah kebijakan yang tidak realistis. Secara statistik kita bisa meragukan kebijakan semacam itu. Berapakah banyakah guru yang memiliki dan bisa mengunakan komputer? apakah Internet sudah ada disetiap sekolah? seberapa banyak murid disekolah bisa menggunakan komputer? tentu jawaban atas pertanyaan itu akan menunjukan betapa tidak masuk akalnya kebijakan pemerintah itu.

Kedua, Sepakbola Indonesia penuh dengan carut marut politis yang merusak. Hal ini diawali dengan ketua PSSI yang merupakan seorang tahanan yaitu Nurdin Hamid yang tersangkut dengan kasus gula. Saking hancurnya sistem yang ada di PSSI, FIFA terpaksa menghukum Indonesia karena masih mempertahankan Nurdin sebagai ketua padahal dalam aturan FIFA seorang tahanan tidak bisa menjadi ketua sebuah organisasi bola. Tetapi apa mau dikata, Nurdin masih kuat dan dia masih tetap ketua PSSI walaupun dalam penjara. Sungguh suatu Ironi.
Maka dalam pendidikan Indonesia, juga terdapat banyak ironi yang sama. Ini salah satu contohnya adalah UAN. Dengan menyelengarakan UAN, pemerintah telah melanggar UU SISDIKNAS yang telah dibuatnya sendiri sebagai UU. jelas dalam salah satu pasal UU SISDIKNAS dlam baba evaluasi dikatakan bahwa yang berhak melakukan evaluasi pendidikan adalah pendidik yang mendidik disekolah tersebut. dengan adanya UAN, jelas itu telah melanggar UU tsbt. Didalam perpress UAN juga dikatakan fungsi UAN hanyalah untuk memetakan kondisi pendidikan Indonesia secara keseluruahan, tidak dalam menentukan kelulusan. Tanya kenapa? Para ahli pendidikan pun tak akan mampu mengoyahkan kenyakinan pemerintah. Maka usaha menghentikan UAN laksana meludah ke udara melalui jendela bus:ada energi yang keluar sia-sia.

Selain persamaan, ada juga perbedaan yang menohok yang saya saksikan dala cuplikan tadi siang. Dalam berita tersebut dikatakan PEMDA Makasar menyuntika uang sejumlah 10 miliar supaya PSM dapat ikut dalam kompetensi sepakbola nasional. Sungguh suatu Ironi. Dalam pendidkan justru hal yang berseberangan yang sering terjadi, jangankan menyuntikan dana untuk pendidikan, malah pemda setempat sering menyunat dan pendidikan yang seharusya untuk kesejahteraan guru. Tengoklah gaji pemain bola, 3 sampai 4 juta. Liat guru, ia akan tetap oemar Bakri seperti yang dilukisan sang penyanyi dengan baik. Sungguh mengecewakan.

Love


Kristian

Sabtu, 20 September 2008

RUU ANTI PORNOGRAPHY: PRODUK KEBODOHAN BANGSA

Sebagai seorang yang baru belajar menjadi Liberal dalam hal pemikiran, saya harus dengan berani berkata bahwa saya tidak setuju dengan di sah-kanya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi [RUU APP] menjadi sebuah Undang-Undang. Tentu saya tak seraya menolak undang-undang tersebut begitu saja tanpa mengajukan beberapa alasan yang menurut hemat saya cukup rasional. Menurut hemat saya ada beberapa alasan mendasar mengapa undang-undang seperti ini tidak layak di sahkan dan bahkan dapat dikatakan merupakan sebuah PRODUK KEBODOHAN BANGSA KITA.

Pertama, jika kita pernah mempelajari sedikit tentang ilmu Antropologi, maka kita tahu bahwa setiap manusia yag dilahirkan di dunia memiliki apa yang kita sebut KEBEBASAN INDIVIDU. Setiap manusia memiliki kebebasan semacam itu. Seorang manusia berhak memilih apa yang akan dimakanya, pakaian yang dipakainya serta rambut model apa yang ingininya ketika ia pergi kesalon. Jelas bahwa kebebasan individu meliputi kekuasaan manusia tersebut terhadap tubuhnya sendiri. Dalam menghadapi ada KEBEBASAN INDIVIDU yang dimiliki setiap manusia ini, maka tugas utama negara adalah mengatur supaya masing-masing kebebasan individu tiap orang tidak menggangu atau merampas bahkan mungkin meniadakan hak individu orang lain. Maka kita mengenal adanya aturan kehidupan yang mengatur kehidupan kita bersama secara baik. disinilah menurut saya kesalahan mendasar RUU APP yang mungkin Senin esok mungkin akan disahkan oleh anggota DPR yang tidak mengerti soal yang akan disahkanya itu. Dengan disahkan RUU APP itu, negara telah merampas kebebasan Individu yang dimiliki tiap manusia. Negara telah masuk keranah terdalam dalam kehidupan manusia dan ini merupakan suatu bentuk kebodohan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dibumi pertiwi ini. Hal seperti inilah yang menurut Romo Haryatmoko disebut PATERNALISME NEGARA:yaitu semacam kondisi dimana negara ingin menjadi polisi moral bagi seluruh warga negaranya yang biasanya dilakukan dengan alibi luhur tentang moral masyarakat. Biasanya menurut Haryatmoko beberapa alasan mengapa negara sangat ingin sekali mencampuri urusan moral rakyatnya: pertama, menjaga keteraturan dan kepantasan publik dengan melindungi anak-anak dan mereka yang diangap rentan atau belum dewasa dari segala bentuk visual yang merugikan secara moral. Kedua, bertujuan melindungi perempuan agar tidak diperlakukan sebagai objek pornografi. Ketiga, mencegah dan menghukum semua yang dikategorikan melanggar moral diluar batas moral perkawinan. Tujuan diatas tentu sangat luhur dan mulia, namun jika dilihat lebih dalam, dasar seperti itu memilki beberapa kelemahan.

Pertama, dengan turut campur dalam moral rakyatnya, negara beranggapan bahwa rakyatnya tidak mampu memilah mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa otonomi moral setiap manusia indonesia dipertanyakan dengan disah-kan RUU ini. Kedua, tujuan ini juga meniadakan prinsip Subsidiaritas dalam masyarakat artinya jika suatu komnitas mampu menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan yang ada di komunitas itu, maka campur tangan negara sebenarnya tidak diperlukan karena hal itu akan melemahkan Civil Society atau masyarakat madani didaerah itu karena negara cenderung mengurusi semua urusan rakyatnya. Ketiga, Paternalisme negara terhadap rakyatnya yang semacam ini bersifat elitis dan diskriminatif. Ada nafsu negara dengan aktor-aktor pemainya ingin mengontrol massa yang dianggap jelek. UU seperti ini sangatlah dipertanyakan. Maka dengan mudah instrumen hukum ini mendiskriminasikan kelompok lain yang berbeda.

Kedua, menurut pengetahuan saya sendiri, RUU APP sendiri memiliki beberapa masalah didalamnya. Salah satu masalah yang pernah saya ketahui adalah masih tidak jelasnya definis pronografi itu sendiri. Masih terasa segar dalam benak saya, saya pernah ikut seminar membahas RUU ini sekitar tahun 2005 di Kampus dengan nara sumber Dr. Gadis Arivia, Dr. Haryatmoko dan seorang Antropolog UGM yang saya lupa namanya. Kalau saya tidak salah dalam RUU dikatakan bahwa PORNOGRAFI adalah segala sesuatu baik itu gambar,tulisan,visual,foto dan sebagainya yang tidak senonoh,mesum cabul yang dapat meransang seseorang jika melihatnya. Pengertian seperti ini sungguhlah pemahaman yang sangat ambigu dan membinggungkan. Pada taraf manakah kita bisa mengukur seseorang terangsang jika melihat sesuatu? Apakah batasan-batasan apa yang disebut cabul? Kapan sesuatu itu bisa dikatakan porno? Jelas bagi saya pengertian seperti ini sangat diragukan. Oleh sebab itu menurut saya RUU ini adalah bentuk nyata dari ketidakmampuan anggota DPR kita dalam menyusun UU. Ukuran tentang porno dengan pengertian ini sangatlah subjektif karena tergantung kondisi mental dan afektif seseorang. Setiap orang mungkin memilki pandangan atau rasa yang berbeda ketika melihat sebuah lukisan telanjang.maka, suit sekali membuat batasan-batasan pornografi.

Ketiga, RUU APP mengorbankan kebebasan wanita terhadap tubuhnya. Seperti sudah saya sebutkan diatas, seharusnya wanita bebas menentukan apa yang dia lakukan terhadap tubuhnya selama tidak melawan hukum yang berlaku. Maka RUU APP yang kalau tidak salah hampir semua pasal mengatur bagaimana wanita harus mengatur tubuhnya dalam berpenampilan [ seingat saya, saya pernah membaca kopian RUU ini ketika seminar itu. RUU berisi sekitar 93 pasal]. Maka dengan sengaja negara telah merampok wanita atas hak tubuhnya yang semestinya dimilkinya. Sungguh sebuah bentuk kebodohan baru. Wanita Indonesia akan senggsara oleh RUU yang bearoma padang pasir.

Ke-empat, Pengawasan berlebihan yang dilakukan negara terhadap tubuh warganya secara tidak langsung membatasi kreativitas masyarakat karena pergerakan tiap individu akan sangat diawasi dan hal ini tidak menghargai proses perkembangan individu. Padahal menurut J.S Mill hal yang seharusnya diperhatikan negara adalah perkembangan individu dalam jangka panjang. Dengan pengekangan yang demikian rupa, kita akan sulit berkembang.

Kelima, dengan adanya RUU ini pemerintahan ingin menyamaratakan perbedaan – perbedaan yang ada dalam kebudayaan lokal ditiap daerah yang ada di indonesia. Hal ini akan sangat berbahaya karena bisa menimbulkan Disintegrasi bangsa kita. Misalnya, bertelanjang dada dan mengunakan koteka bagi masyarakat pedalaman papuan dan kalimantan adalah hal yang biasa dan merupakan bagian tradisi. Akankah negara memenjarakan mereka semua? RUU ini mengancam kelestarian budaya indonesia yang beragam. Maka saya tidak heran propinsi BALI sangat menolak RUU tersebut. Dalam bahasa kasarnya, BALI bisa memisahkan diri dari indonesia.

Ke-enam, secara tidak langsung UU ini jelas menampar setiap kaum laki-laki di indonesia. Dengan membatasi semua cara pakaian wanita yang katanya dapat merangsang [yang merangsang laki-laki maksudnya] jelas RUU ini mengatakan dengan jelas bahwa setiap laki-laki di indonesia ini tidak BERMORAL karena kita yang laki-laki ini akan selalu terangsang meilhat wanita dan mugkin menurut negara jika kita terangsang, maka kita kan cenderung memperkosa. Landasan pemikiran ini jelas menampar laki-laki secara mentah-mentah dan jelas menunjukan rendahnya MORAL LAKI-LAKI.

Ke-tujuh, jelas menurut saya, RUU ini lebih merupakan produk yang sangat dipengaruhi muatan agama dari pada muatan akal sehat demi kemaslhatan manusia. Menurut saya, tidak semua masalah kehidupan manusia bisa diselesaikan oleh agama. Agama tidak mengandung semua solusi masalah kehidupan. Agama selalu ingin mencapai segala sesuatu dalam keadaan ideal, padahal dalam kehidupan nyata, yang ideal adalah sesuatu hal yang hampir tak mugkin dicapai.

Maka pada tahap ini, jelaslah bagi saya RUU ini adalah bentuk kebodohan baru bangsa Indonesia yang masih saja bergulat dengan tetek-bengek seperti ini. Menurutku biarlah manusia itu sendiri yang mengurus moralnya. Disitulah fungsi keluarga pada dasarnya.

Love

Kristian

Kamis, 18 September 2008

Mereka Mati

Mereka telah mati

Mati terhimpit

Mati terinjak-injak

Mati tak dapat bernafas

Mereka telah mati, mati, mati

Lalu mengapa mereka mati?

Mereka mati

Karena kemiskinan

Karena sedikit rejeki

Karena kebodohan manusia panitia itu

Mereka mati dalam kesia-siaan

Sungguh suatu ironi yang tak terpuji di negeri ini

Negeri ini telah mati

Hancur

Rusak dan membusuk

Mereka telah mati, pergi

Karena sebuah zakat yang terpuji

Mungkin mereka memang harus mati suatu hari nanti

Tapi tak seharusnya begini

Mati...mati...mereka mati

TIDAK ADA YANG BENAR

Tak tahu mengapa, kamis ini, tah secara kebetulan atau tidak, saya menghadiri sebuah kebaktian keluarga yang cukup jauh dari rumah abang saya. Dalam kebaktian keluarga yang biasanya diadakan rutin setiap minggunya itu, saya terdiam dan tertunduk ketika sang penginjil yang juga gembala gereja baru saja mulai membaca perikop injil yang di bacanya : Sang gembala membaca Roma : 3 : 10 – 18 begini bunyi ayat-ayatnya

Semua Manusia adalah Oang Berdosa

Seperti ada tertulis : “tidak ada yang benar, seorang pun tidak”

Tidak ada seorangpun yang berakal budi

Tidak ada seorangpun yang mencari allah

Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna

Tidak ada yang berbuat baik,seorangpun tidak

Kerongkongan mereka seperti kubur yang terngangga

Lidah mereka merayu-rayu

Bibir mereka mengandung bisa dan mulut mereka penuh dengan

Sumpah serapah. Kaki mereka cepat cepat untuk menumpahkan darah

Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan dijalan mereka

Dan damai tidak mereka kenal

Rasa takut kepada allah tidak ada pada orang itu

Bagi saya, jelas bahwa ayat-ayat ini mengambarkan keadaan manusia dunia secara umum. Ayat- ayat diatas dengan jelas menunjukan kepada saya bahwa dunia sekarang telah jatuh dalam jurang kehancuran sendiri. Dan aktor yang memainkan peranan penting kehancuran itu adalah manusia itu sendiri termasuk saya. Saya sadar bahwa tidak ada manusia yang tak berdosa didunia ini. Saya adalah salah satu pendosa itu. Saya melakukan dengan kata-kata kasar yang saya ucapkan, dengan penilaian negatif yang saya timpakan atas orang lain dan perilaku saya yang menyakitkan orang lain. Saya ketika mendengar ayat itu tahu jelas bahwa saya juga tidak benar!!seorangpun tidak.

Maka, menurutku, sangat naif sekali kita, yaang manusia ini dengan mudah mengklaim kita yang paling benar, yang lain salah dan sesat!! Sungguh-sungguh suatu kebodohan!!ingat tidak ada yang benar! Bumi yang kita cintai ini, tidak hanya sakit secara fisik karena global warming, deforestation dll, tetapi juga sakit rohani karena orang-orang yang tinggal didalamnya yaitu Kita termasuk saya sendiri. Sungguh penyakit yang benar-benar parah...

Love

Kristian

Selasa, 16 September 2008

Apakah pluralisme menghalangi diskusi dan kritik?

Tulisan ini aslinya berasal dari blog mas Ulil Absar Abdalla. Menurutku setiap orang yang mengklaim beragama harus membacanya.Tulisan mas Ulil sangat menantang untuk di simak.

JIKA anda seorang demokrat, liberal dan pluralis yang menenggang perbedaan, kenapa anda mengkritik pandangan orang-orang yang berbeda dengan anda? Kenapa anda tidak membiarkan saja pandangan itu? Jika anda mengkritik yang bersangkutan, maka anda pada akhirnya bukan sorang pluralis tulen yang toleran.

Ini komentar yang kerap saya peroleh saat saya melakukan kritik keras terhadap ideologi, doktrin dan pandangan kaum Islam fundamentalis dan radikal. Jika saya benar-benar seorang Muslim liberal yang menganjurkan penghargaan atas keragaman pendapat dalam tubuh umat Islam, kenapa saya justru mengkritik pendapat kelompok-kelompok yang berbeda dengan saya? Bukankah sikap semacam itu mengandung kontradiksi? Bukankah itu sebentuk hipokrisi dan standar-ganda?

Di permukaan, pandangan semacam ini seolah-olah benar, tetapi jika kita telaah dengan cermat, sebetulnya hanyalah akibat dari salah paham tentang makna dari pluralisme, demokrasi, liberalisme, dan konsep-konsep lain yang sepadan.

Pluralisme adalah sebuah ide yang tak bisa dipisahkan dari gagasan dasar demokrasi. Semangat pokok dalam demokrasi adalah bahwa setiap individu dan kelompok diberikan hak penuh untuk berpendapat sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, dalam setiap negara demokrasi, selalu kita jumpai jaminan atas kebebasan berpendapat.

Tak seorang pun boleh diberangus pendapatnya hanya karena pendapatnya itu berlawanan dengan seorang penguasa, entah penguasa politik atau penguasa agama. Keragaman pendapat juga harus dihormati. Tidak mungkin memaksakan pendapat yang sama kepada semua individu dan golongan. Hanya pemerintah totaliter dan otoriter saja yang memaksakan ‘monotoni’ atau kesamaan suara dan pendapat. Inilah keadaan yang pernah kita alami dulu pada zaman Orde Baru.

Tetapi, menghargai pendapat pihak lain bukan berarti menghentikan sama sekali kritik dan invesitigasi atas pendapat itu. Dalam demokrasi, selain jaminan atas kebebasan menyampaikan pendapat, juga terdapat jaminan pula untuk mengkritik pendapat tersebut. Ini yang kita lihat dalam praktek demokrasi di mana-mana: semua pihak memperoleh jaminan untuk menyampaikan pandangan, sekaligus juga mengkritik pandangan pihak lain yang berbeda. Dari sanalah lahir debat publik untuk menguji ide-ide tertentu.

Jika menghargai pendapat orang lain berarti larangan atas kritik, maka sistem demokrasi kehilangan alasan mendasar untuk ada. Demokrasi menjadi relevan justru karena memungkinkan terjadinya debat publik. Suatu masalah diselesaikan melalui apa yang disebut dengan “deliberasi publik”, bukan dengan kekerasan fisik.

Meskipun seseorang boleh mengkritik pendapat orang lain yang berbeda, tetapi ia tak bisa meniadakan hak orang lain itu. Sebagai seorang demokrat yang pluralis, saya membela hak semua orang dan golongan untuk berpendapat, tetapi saya juga memiliki hak untuk mengemukakan pandangan saya sendiri, termasuk pandangan yang mengkritik posisi pihak lain yang berbeda itu. Kritik saya atas pihak lain bukan berarti mengingkari haknya untuk ada dan untuk berpendapat.

Umat Islam, saya kira, sudah selayaknya membiasakan diri dalam kultur demokrasi semacam ini, yakni kultur di mana perbedaan dimungkinkan, perdebatan dibuka, setiap pihak diberikan kemungkinan untuk berpendapat, mengkritik dan mengkritik balik. Menyelesaikan masalah dengan kekerasan hanya akan menyemaikan kekerasan baru yang tak ada ujungnya. Jalan satu-satunya untuk mengatasi kekerasan bukan dengan kekerasan lain, tetapi dengan tukar pikiran, kritik dan kritik-balik, dialog, percakapan kritis, dst. Itulah jalan demokrasi, itulah jalan pluralisme.

Perbedaan mendasar antara seorang Muslim pluralis dengan non-pruralis adalah dalam hal berikut ini. Seorang Muslim pluralis bisa saja mengkritik pandangan individu dan kelompok lain. Dia bisa setuju dan tak setuju dengan pihak-pihak yang berbeda, tetapi dia tak akan menghalangi orang itu untuk berpendapat sesuai dengan keyakinan hatinya. Seorang pluralis membedakan dengan tegas antara hak berpendapat yang harus dijamin untuk siapapun, dan hak untuk mengkritik pendapat itu. Mengkritik suatu pendapat tidak sama dengan menghilangkan hak orang lain untuk berpendapat.

Seorang non-pluralis, pada umumnya, cenderung untuk menghilangkan hak orang lain untuk berbeda. Sorang pluralis dan non-pluralis mempunyai kesamaan dalam satu hal: dua-duanya berpendapat dan mengkritik orang lain. Tetapi mereka berpisah-jalan dalam satu hal: jika seorang pluralis berpendapat dan mengkritik seraya menghormati hak pihak lain yang dikritiknya itu, maka seorang non-pluralis berpendapat dan mengkritik seraya hendak memberangus pendapat yang berbeda, terutama pendapat yang ia anggap sesat dan belawanan dengan doktrin yang ia yakini.

Kasus kongkrit yang bisa menjadi contoh yang sangat baik adalah masalah Ahmadiyah beberapa waktu yang lalu. Sebagai seorang pluralis, saya, misalnya, membela hak-hak orang Ahmadiyah untuk melaksanakan keyakinannya, meskipun saya tak sepakat dalam beberapa hal dengan keyakinan mereka itu. Kelompok non-pluralis seperti MUI tidak saja berbeda pendapat dengan Ahmadiyah, tetapi hendak menghilangkan hak orang Ahmadiyah untuk ada dan melaksanakan keyakinannya.

Argumen yang selalu diulang-ulang oleh kalangan konservatif seperti MUI adalah bahwa masalah Ahmadiyah bukan lagi menyangkut kebebasan beragama, tetapi penghinaan dan penodaan agama. Argumen semacam ini jelas tak berdasar.

Jika keyakinan kelompok Ahmadiyah dianggap sebagai penodaan atas Islam, kenapa MUI tidak sekalian menganggap keyakinan umat Kristen sebagai penodaan pula? Bukankah dalam Quran dengan tegas dinyatakan bahwa orang-orang yang meyakini doktrin trinitas adalah kafir (QS 5:73)? Kenapa doktrin trinitas tidak dilarang sekalian oleh pemerintah melalui SKB pula? Bukankah menganggap adanya tiga Tuhan bisa dianggap sebagai penodaan dalam perspektif teologi Islam?

Jawaban yang akan dikemukakan oleh kalangan konservatif sudah bisa diduga: Kristen adalah agama lain di luar Islam, jadi mereka berhak memiliki doktrin dan keyakinan apapun, dan umat Islam tidak berhak mencampuri doktrin mereka. Sementara Ahmadiyah adalah berada dalam tubuh umat Islam sendiri, sehingga mereka harus “ditertibkan”.

Jawaban semacam ini mengandaikan seolah-olah bahwa penodaan agama diperbolehkan jika berasal dari agama lain, bukan dari agama yang sama. Secara kategoris, keyakinan golongan Ahmadiyah tentang adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad jauh lebih ringan tinimbang keyakinan tentang trinitas.

Jika keyakinan pertama dianggap sebagai penodaan atas doktrin Islam, dan karena itu harus dilarang untuk disebarkan di masyarakat seperti kita baca dalam SKB itu, maka keyakinan kedua (yakni trinitas) dengan sendirinya juga harus dianggap penodaan pula, dan harus dilarang untuk disebarkan di masyarakat. Jika sesuatu dianggap noda, ia tetap merupakan noda, tak peduli dari manapun sumbernya.

Dengan mengatakan ini, saya tidak berarti ingin menganjurkan agar Kristen dilarang di Indonesia, tetapi saya hanya mau menguji konsistensi argumen yang dikemukakan oleh MUI dan pendukung-pendukungnya.

Masalah Ahmadiyah jelas menyangkut kebebasan agama. Kebebasan beragama bukan saja sebatas “kebebasan eksternal“, yaitu orang-orang bebas memeluk agama-agama yang berbeda, tetapi juga “kebebasan internal“. Apa yang saya sebut sebagai kebebasan internal adalah seseorang bebas memeluk dan mengikuti aliran, mazhab dan kecenderungan pemikiran yang berbeda-beda yang ada dalam agama yang sama.

Selain seseorang bebas untuk memeluk Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan ribuan keyakinan lokal yang bertebaran di seluruh bumi Indonesia, yang bersangkutan juga bebas memeluk aliran-aliran dan mazhab yang bermacam-macam dalam agama itu. Seorang yang memeluk Islam, dengan demikian, bebas pula memeluk aliran Sunni atau Syiah. Jika ia memeluk Sunni, ia juga bebas memeluk mazhab apapun dalam aliran Sunni, yakni Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali. Seorang yang memeluk mazhab-mazhab itu pun bebas pula mengitui pendekatan teoritik dan penafsiran tertentu dalam mazhab yang sama. Demikian seterusnya.

Begitu pula seseorang yang memeluk agama Kristen: ia bebas mengikuti denominasi apapun yang ada dalam agama itu, termasuk denominasi yang oleh kelompok lain dalam Kristen dianggap menyimpang dan sesat. Hal yang sama berlaku untuk agama-agama lain. Dalam setiap agama, selalu saja ada kelompok yang dianggap sesat. Itu kecenderungan yang berlaku umum di mana-mana.

Dengan demikian, keragaman bukan saja terjadi antar agama, tetapi juga intra-agama. Meskipun agama Protestan memang hanya ada satu, tetapi di sana terdapat berbagai macam sekte dan denominasi. Begitu pula hal yang sama terjadi dalam Islam. Memang Islam adalah agama yang satu, tetapi harus diakui dengan jujur di dalamnya terdapat banyak ragam aliran, mazhab, dan perspektif pemikiran. Oleh karena itu, kebebasan beragama berlaku baik antar-agama atau intra-agama.

Tugas negara buka mencampuri perbedaan itu dan ikut menyeleksi mana keyakinan yang dianggap benar dan mana yang sesat. Campur tangan semacam ini, per definisi, sudah berlawanan dengan watak negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang diikat oleh konstitusi yang menjamin hak-hak sipil, termasuk kebebasan keyakinan dan beragama.

Jika negara melarang kelompok Ahmadiyah karena ia memiliki keyakinan yang dianggap menodai ajaran Islam, bagaimana pula dengan keyakinan warga NU, misalnya, yang meyakini bahwa ziarah kubur adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Islam. Padahal keyakinan ini di mata kelompok lain dianggap sebagai syirik atau menyekutukan Tuhan — dosa terbesar dalam Islam yang tak bisa diampuni (QS 4:48). Apakah dengan demikian NU harus dilarang di Indonesia? Untung saja NU adalah ormas besar. Andaikan saja NU menjadi kelompok kecil di tengah lautan umat Islam lain yang kebetulan menganggap bahwa ziarah kubur adalah syirik, bukan mustahil ormas ini akan mengalami nasib serupa seperti Ahmadiyah.

Jika hal diteruskan, maka akan terjadi siklus pelarangan dan penyesatan yang tak ada hentinya. Akan terjadi pertengkaran dalam tubuh agama yang sama karena perbedaan doktrin dan penafsiran. Jika suatu kelompok dianggap sesat, biasanya akan diikuti dengan penghilangan hak dan penyingkiran kelompok itu. Sejarah Kristen Eropa menjelang abad reformasi di abad 16 sudah mengalami “pengalaman gelap” semacam ini. Mestinya umat Islam belajar dari sejarah persekusi agama yang berdarah-darah seperti di Eropa di masa lampau.

Jalan terbaik untuk mengatasi perbedaan ini tiada lain adalah mengubah cara pandang umat beragama. Yaitu dari cara pandang yang eksklusif menjadi pluralis.

Cara pandang pluralis tidak berarti bahwa anda harus sepakat dengan keyakinan dan mazhab pihak lain. Anda tetap bisa saja berkeyakinan bahwa kelompok tertentu sesat dalam perspektif doktrin yang anda anut; tetapi anda tetap menghargai hak kelompok yang anda anggap sesat itu untuk ada. Anda juga bisa melancarkan kritik atas doktrin kelompok tersebut, tetapi kritik anda tidak disertai dengan anjuran untuk menyingkirkan dan, apalagi, memberangus kelompok itu.

Ini adalah cara pandang seorang pluralis. Dengan kata lain, pluralisme sama sekali tidak menghentikan kritik dan diskusi. Jika saya mengkritik pendapat pihak lain, misalnya FPI, maka itu tidak berarti saya menghalangi pihak tersebut untuk ada dan menyampaikan pendapat yang berbeda.

Pandangan semacam ini, di mata saya, adalah yang paling masuk akal di tengah-tengah masyarakat yang beragam keyakinan, aliran dan mazhabnya. Mustahil kita memaksakan keseragaman pendapat dan keyakinan, baik antar atau intra-agama. Memaksakan keseragaman hanya akan berakhir pada persekusi dan pemberangunan keyakinan.

Pengalaman negeri-negeri totaliter dan otoriter di manapun sudah mengajarkan bahwa keseragaman yang dipaksakan, entah melalui kekuasaan politik, agama atau dua-duanya, hanya akan berakhir pada keruntuhan sistem itu sendiri. Setiap orang dan kelompok menginginkan kebebasan dan penghormatan atas keyakinan dan kepercayaan yang mereka peluk.

Sebagaimana air yang terus akan mencari celah untuk terus mengalir, walaupun dihambat atau terhambat oleh halangan-halangan tertentu, begitu pula manusia: ia tak bisa dihambat untuk mencapai suatu kondisi yang ia cita-citakan, yakni kondisi kebebasan. Dengan segala daya-upaya, ia akan mencoba mengatasi segala bentuk halangan yang membatasi kebebasan itu. Sejarah manusia sejak dahulu kala adalah sejarah mencari kebebasan![]

Kematian

Dalam setiap gelak tawa menyambut kelahiran

sebuah kehidupan anak manusia,

telah terlahir juga benih kematian manusia

dalam setiap pesona wajah bahagia, telah tepancar

juga rona indah kematian

Kematian adalah cahaya yang menyertai kehidupan

Budaya kekerasan adalah budaya kematian

LOVE

Teman

Teman,

Di atas motor tuamu, kau setia menemaniku

Di bawah atap rumah orangtuamu, kau bersedia

Menyambutku dengan tangan terbuka

Di setiap laku sikapmu, kau tunjukan dirimu

Yang bersahaja dan rendah hati.

Teman,

Tak akan cukup ucapan terima kasihku kepadamu

Tak akan mampu kulupakan kebaikanmu

Tak akan mampu kulupakan kesetianmu

Memang kau adalah teman sejatiku

Teman,

Kau hadir dalam hidupku

Terima kasih temanku



Love

Ingin

Inginku lari dari semua hitam putihnya hidup

Inginku terbang bebas laksana burung elang

Inginku hidup bebas dari segala aroma penilaian hidup

Inginku berkata “ bebas..bebas bebaslah aku”

Inginku pergi jauh dari segala kegaduhan ini

Inginku melihat ada rasa toleransi, kebebasan



Love

Minggu, 14 September 2008

HAPPY BIRTHDAY MY CHURCH

Hari ini, suasana gereja tampak lain. semuanya bercorak "lebih", lebih meriah, lebih ramai, lebih asyik koornya dan lebih banyak umat yang hadir. Hari Minggu 14 September ini adalah hari yang lebih setiap tahunnya di gereja Paroki kami ini. Hari ini saya menghadiri misa yang di iringi dengan kelompok koor Ignatius yang begitu indah dan bersemangat, hari ini misa diawali dengan tarian traditional dayak yang musik pengiringnya membuat saya merasa bergairah dan nyaman digereja pagi ini. Memang, hari ini adalah hari spesial bagi gereja yang megah dikotaku itu. Ya,,hari ini adalah hari ulang tahun paroki Ngabang yang ke 30 tahunya - sebuah usia yang dapat dikatakan dewasa dalam perjalanan kegerejaanya. Maka tak dapat disangkal lagi, gereja ini telah melayani umat dengan semangatnya dan telah sedikit merubah wajah orang dayak secara keseluruhan.

Namun bukan kemeriahan yang ingin saya sampaikan, tetapi sejarah keberadaan gereja dan pengabdian seorang pastor yang tak kenal lelah mengabarkan kabar tuhan kepenjuru dunia.
Dimisa pagi ini, saya menyaksikan suatu bentuk pengabdian yang tak kenal lelah dan tak mudah menyerah dari seorang pastor asal Swiss bernama Yakop Willy OFM cap. Sang pastor yang sejak awal berdirinya gereja tersebut sudah mulai berkarya digereja tersebut.. Dia memulai segala sesuatu dari tiada menjadi ada. Sang pastor yang bertubuh besar dan berjenggot itu sudah tampak cukup lelah dalam pengabdianya melayani umat digerejaku ini...sudah tampak menua wajahnya namun semangatnya tetap masih menggebu dalam melayani. Pernah kulihat suatu hari dalam sebuah misa, ia sulit sekali mencari kipas angin yang terletak dekat sebelah altar gereja itu..matanya sudah hampir buta...ia cuma bisa melihat kedepan kini.

Ia yang sudah tua itu mengalami gangguan penglihatan, tetapi karena semangat pelayanan tetap ada didalam dirinya sebagaiman ditunjukanya dengan tetap memimpin liturgi walupun mengunakan kacamata dan dengan mengunakan teks yang dicetak agak kutang normal alias besar untuk dirinya. Yakop willi bagi orang dayak kebanyakan diNgabang, telah menjadi suatu bentuk pelayanan yang hidup ditengah kita..Ia hidup dengan memberikan pelayanan dalam segala bentuk.

Sang pastor paham betul bahwa ia harus memulainya dengan suatu pelayanan yang mampu mengubah manusia: yaitu Pendidikan. Ia mendirikan seklah mulai dari TK sampai dengan SMA. Ia membangungedung sekolah dengan kualitas yang amat baik dan menjalankan dengan prinsip yang sesuai dengan tradisi yang diperolehnay disana. Memang tak setiap orang setuju dengan cara dan system yang diterapkan sang pastor, tapi harus diakui oleh kebanyakan orang...sistemnya melahirkan suatu kedisiplinan dan etos kerja yang baik. MANIAMAS itulah nama sekolah yang didirikanya..ia mengelolanya dengan keterbatasanya, ia membangun gereja yang besar sehingga cukup untuk umat yang ramai...Memang YAKOP WILLY adalah suatu pelayanan yang hidup.

Pernah suatu hari aku mendengar cerita tentang dirinya bahwa ia pernah hampir tengelam ketika ia berpergian melayani dengan mengunakan sebuah speedboat di sungai landak...menurut sang sumber..ditahun 80an ketika aku belum dilahirkan, sang pastor sudah berkeliling kampong memberitakan injil kristus yang diyakininya...ya Ia sudah menjadi contoh kesederhanaan baru..ia menjaddi seorang fransiskan sejati.

Dlam 30 tahun perjalanan gereja katoliku ini, yakop willi telah menjalani suatu fase kehidupan pelayanan yang begitu panjang. Bnayak pastor telah berganti..pergi dan bahkan menikah, ia tetap disini melayani mugkin sampai akhir hayatnya nanti...Saya mugkin tak tahu harus mengatakan apa atas jasanya. Mungkin sebuah ucapan terima kasih tak akan terlalu bearti dalam hidup sekarang ini namun hanya kata itulah yang bisa saya ucapkan :TERIMA KASIH PASTOR

Love



Kristian

Kamis, 04 September 2008

Menjadi Lebih Sadar

Tahun lalu, ketika saya mulai mengenal apa yang dalam bahasa canggihnya disebut 'BLOG', dalam hati saya berkata kepada diri saya: Saya harus belaar menulis seperti ketika saya masih dibangku SD dulu lagi. Jujur harus saya katakan, menulis bukanlah sesuatu yang baru dan menyenangkan bagi saya karena saya adalah jenis manusia yang apa yang disebut dalam bahasa ilmu sosialnya PRAGMATISME. Saya adalah jenis manusia yang suka kepraktisan dalam segala hal. Sebagai contoh, ketika saya kuliah dulu: Ketika ada dosen yang memberi tugas untuk menganalisis Novel terkenal yang diberikanya, maka saya mulai menjalankan KEPRAGMATISME saya dengan berbagai cara. Maka INTERNETLAH yang menjadi sumber nafas dan kepraktisan saya. Saya akan mencari synopsis dan review novel tersebut dan baru kemudian saya membacanya dan itupun dengancara yang dalam bahasa Inggrisnya SKIMMING or SCANNING alias membaca cepat. Memang saya adalah manusia yang praktis bahkan sampai sekaran ahrus kuakui dan itu terus menempel. Memang saya mengamati perubahan dunia zaman sekarang, tampak sekali gaya hidup umat manusia mengarah ke gaya hidup yang disebut PRAGMATISME. Tah benar atau salah, namun prediksi ini menurutku semakin dekat. Pertama kali mencoba untuk menulis adalah hal yang sangat sulit bagiku. Kadang saya secar terpaksa harus memaksa diri saya untuk menulis sedikit untuk blog saya. Sampai sekarang saya masih berkata bahwa WRITING AIN'T EASY. Tapi ada beberapa hal yang saya dapat pahami dan pelajari dari kegiatan BLOGGING saya lakukan:
Pertama, Blogging harus diakui dapat menjadi suatu cermin pribadi dalam hal menilai diri. kadang degan membaca ulang tulisan saya, saya menyadari bahwa kemaren saya sedang berpikir tentang ini dan itu, dan juga memperlihatkan saya tentang cara pandang saya terhadap sesuatu. Jujur dalam tulisan saya yang begitu amatir, kadang saya menjadi seorang hakim yang pandai menilai orang lain, kadang saya menjadi jenis manusai yang sinis dan tentu rasial.
Kedua, Menjadi seroang BLOGGER, pada titik tertentu membuat saya mencoba merevaluasi paradigma saya terhadap sesuatu hal yang saya tulis. Kadang saya pikir ukang apa yang saya tulis, dan kadang bertanya pada diri saya sendiri: apakah benar cara pandang say ini?
paling tidak dengan proses reflektif itu, saya semakin sadar diri saya dan tidak mudah menilai orang lain. Memang ada tulisan yang tidak sopan dalam blogku seperti menyebut Pak TUNG DESEM BODOH, dan dengan membaca lagi tulisan saya, saya tahu bahwa kemarin lalu saya menjadi benar-benar pelabel yang pandai. Jujur kita akui, semua yang ada dalam pikiran kita adalah hasil interaksi kit a denga realitas diluar diri kita. Saya memposting tulisan tentang pak TUNG karena saya secara tak sadar dalam diri saya marah dan sinis ketika melihat dia menghamburkan uang dari angkasa untuk orang banyak. Paling tidak rasa marahku telah kulammpiaskan dengan BLOGING.
Ketiga, Blogging secara tidak langsung membuat saya belajar menulis sedikit demi sedikit. dengan menjadi blogger, secara lansung saya memiliki tanggung jawab untuk tetap mengupadate tilisan saya yang secara langsung membuat saya belajar menulis lebih banyak dan suatu hari berharap bisa lebih baik.

Memang harus kita sadari Perubahan adalah proses yang tak pernah berhenti.Jika kit berhenti maka sebenarnya ita tidak kemana-mana, kita tak berubah dan kita kan tertinggal. Saya berharap saya akan terus belajar untuk menjadi pembaca yang baik.


Love



Kristian

Rabu, 03 September 2008

HIDUP PASTI BERLALU

Hari Minggu ini, saya merasa dan melihat sendiri bahwa hidup pasti berlalu dan dalam keberlaluan hidup itu,ada faktor penentunya:yaitu WAKTU. Mungkin waktu adalah suatu yang sering kita habiskan dan jarang sekali kita menyadari betapa pentingnya kehadiran sang WAKTU dalam kelangsungan dan keberlaluan hidup kita. Saya sendiri dengan jujur mengakui bahwa banyak waktu hidupku berlalu dalam kesia-sian atau dapat dikatakan berlalu pada hal-hal yang trivial saja. Jika secara rajin dan berani aku harus mencatat waktu hidupku, maka sedikit sekali yang dapat dikatakan waktu berkualitas. Dan saya sendiri pun tak mengerti mengapa begitu. Minggu ini, tah karena tuntutan sosial, atau karena memang sudah kebutuhan rohani, saya pergi meghadiri misa kedua pada gereja katolik di kotaku. Setelah duduk sekitar 15 menit, ibadahnya pun segera dimulai dan tanpak seorang ibu menuntun anaknya duduk tepat disebelahku. Tanpaknya wajah ibu itu tidak asing bagiku, samar-samar wajahnya terlintas dipikiranku. Saya pun memulai kembali memutar memori otaku ke beberapa tahun silam. Sang Ibu pun tanpaknya mengenal wajahku juga, hal itu terlihat dari cara ia melihatku. Mungkin keenganan yang membuatnya malu bertanya kepadaku dan aku pun memiliki rasa keenganan yang sama. Dari pengamatanku, anak ibu itu paling tidak berumur 4 atau 5 tahun. Cara bicaranya lancar dan jujur ibunya kewalahan mengurusnya karena anak itu selalu mondar mandir dibagian belakang gereja. Anaknya tanpak cerdas dan sang anak laki-laki itu meminta uang pada ibunya untuk membeli bulatan bakso yang dijual didekat pintu gereja. Setelah lama menggingat, akhirnya otakku mampu memanggil kembali ingatanku ke beberapa tahun silam. Akhirnya aku ingat: Ibu ini tidak lain dan tidak bukan adalah teman sekelas SMP pada tahun 1996-1999 disekolah swasta dikompleks gereja itu. Saya masih ingat persis namanya: namanya YOHANA. Dan dia duduk tak jauh dari kursiku dulu. Dulunya, menurutku ia cantik dan pada bagian tertentu dapat dikatakan dia seksi. Sampai hari waktu aku ketemu digereja, dapat kukatakan sisa-sisa kecantikan masih tersisa. Namun ada perubahan yang pasti terjadi. Tubuhnya sudah agak tanpak gemuk, walaupun tidak begitu gemuk, dan tanpak ada semacam kesibukan didalam peranya sebagai ibu sehingga tanpak tubuhnya tak terlalu terurus seperti SMP dulu. Saya pun mulai menegur dia dan bertanya untuk memastikan apakah dia YOHANA. Dai menjawab benar dialah Yohana dan ia pun dari tadi sudah bertanya tentang diriku. Kukatakan padanya bahwa ia telah berhasil karena sudah memiliki keturunan sebagai hasil kerja keras malamnya he..hee. dia pun bertanya padaku apakah aku sudah menikat atau belum, dengan jujur kukatakan belum. Kami pun bercakap-cakap walau hanya sebentar karena dalam keadaan misa. Ada satu hal yang kusadari dengan pertemuan itu, WAKTU berlalu dengan begitu cepatnya. Teman SMPku dulu saja sudah memiliki anak yang mugkin sudah masuk TK. Padahal rasa-rasanya baru dua bulan lalu kami tamat sekolah SMP dikota ini dan masih segar sekali kenangan sekolah kami dulu. Pulang dari gereja saya terdiam dan berpikir: wah...cepatnya proses hidup ini...


Love



Kristian

Menjadi Guru

Tak terasa dua tahun lebih telah kulalui waktu hidupku dengan menjadi soerang guru. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, menurutku, pekerjaan menjadi seorang guru adalah salah satu pekerjaan terberat di dunia ini. Pekerjaan yang bertujuan memanusiakan manusia ini, menuntut semacam kesabaran yang extra lebih dan ketahanan yang juga harus lebih. Secara jujur ingin kukatakan bahwa saya secara pribadi agak sedikit lelah dan boleh dikatakan kurang mood dan agak malas mengajar akhir-akhir ini. Secara pribadi, saya sendiri tak mengetahui apa persisnya penyebab hal itu. Mungkin hal ini disebabkan karena saya adalah seorang guru bahasa asing, tepatnya bahasa Inggris. Menurutku, kebanyakan anak SMA sekarang agak sedikit takut dan bosan belajar bahasa Inggris. Mereka menurutku terlalu malas untuk belajar bahasa Inggris dan menurut mereka, Bahasa Inggris itu mungkin tak terlalu penting. Ada beberapa hal yang menurutku kesalahan fatal yang sering dilakukan anak-anak ketika ingin belajar bahasa Inggris. Pertama, sedikit sekali dari mereka sadar akan pentingya kamus bagi pembelajar bahasa asing. Hanya beberapa siswa yang membawa. Dikelas saya, saya mewajibkan membawa kamus dan agak sedikit berlebihan saya katakan kepada mereka bahwa saya akan menampar yang tidak membawa kamus dengan kamus yang saya bawa. Dan itu terbukti minggu lalu ada lima anak dari 42 orang yang ada dikelas 2.OTB Memang tamparanya tidak begitu keras, tapi itu cukup bearti agar mereka membawa kamus. Mengajar bahasa inggris adalah salah satu pekerjaan terberat bagiku sekarang ini.

Kedua, jarang sekali,bahkan tak satupun anak yang sudah membaca buku dan mencari kata-kata didalam buku paket pegangan yang mereka pakai sehari-hari. Hampir setiap kali masuk kelas, saya secara pribadi membantu mereka dengan memberikan kata-kat sulit yang ada dalam teks. Inilah suatu perbedaan menonjol yang saya rasakan mengajar anak disekolah negeri: Mereka Malas Sekali. Dulu saya pernah mengajar di sekolah swasta, dan tampaknya kualitas bahasa Inggrisnya agak atau bahkan jauh lebih baik. Menurut pengalaman saya secara pribadi, kemampuan Bahasa Asing anak disekolah swasta terutama sekolah katolik selalu lebih baik dari sekolah negeri. Itu pendapat saya berdasarkan pengalaman mengajar. Dari segi motovasi juga agak sedkit berbeda, anak keturunan cina yang biasanya disekolah swasta, lebih termotivasi belajar bahasa asing daripada anak melayu atau dayak yang ada didaerah saya.

Saya sendiri tak mengerti apa yang harus dilakukan untuk membuat Bahasa Inggris jauh lebih mudah. Sebagai guru baru dan baru saja ditugaskan disekolah tersebut, saya hanya bisa mengikuti cara-cara mengajar disini. Tak ada LCD projector yang akan membuat anak tak terlalu bosan. Saya pun sekarang terus belajar menjalani profesi yang telah saya pilih ini. Saya harap dapat selalu berusaha menjadi guru yang baik dan berkualitas.

Love and Peace



Kristian

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng