Kamis, 25 September 2008

BOLA DAN PENDIDIKAN

Hari ini, tanpa disengaja, saya merasa sangat ingin sekali menanggapi sebuah berita tentang sepokbola tanah air kita dan ingin sedikit mengaitkannya dengan situasi pendidikan Indonesia.

Bola dan pendidikan secara kasat mata bukanlah sesuatu yang saling berkaitan. Mungkin kedua hal itu bisa dikatakan suatu paradoks. Masing-masing sangat berbeda. Namun jika kita amati, kita akan menemukan suatu kesamaan dan juga perbedaan yang terdapat di kedua hal itu.

Pertama, Kondisi persepakbolaan Indonesia dapat dikatakan sebagai cermin situasi pendidikan Indonesia secara umum. Disepakbola kita, kita sering melihat para supporters berkelahi, pemain meninju wasit, para hooligan memukuli pemain karena timnya kalah. Maka sebenarnya, keadaan sepobola kita berbanding lurus dengan keadaan pendidikan dinegeri kita. Didaerah-daerah banyak sekolah yang rusak berat bahkan diJawa yang notabenya dekat Jakarta juga banyak yang ambruk, Guru-guru banyak yang kurang, banyak guru yang terpaksa harus menjadi serba bisa, penghargaan negara terhadap guru yang sebegitu rendah. Konon, saya pernah membaca di Internet bahwa gaji guru Indonesia merupakan gaji guru terendah seasia tenggara. Sungguh-sungguh amat memalukan. Gambaran sepakbola kita jelas merupakan gambaran pendidikan kita juga. Pendidikan kita mengandung banyak hal yang tak realistis dan kadang ada kebijakan yang mengada-ada misalnya pengadaan buku melalui BSE [ Buku Sekolah Elektronik] ini adalah kebijakan yang tidak realistis. Secara statistik kita bisa meragukan kebijakan semacam itu. Berapakah banyakah guru yang memiliki dan bisa mengunakan komputer? apakah Internet sudah ada disetiap sekolah? seberapa banyak murid disekolah bisa menggunakan komputer? tentu jawaban atas pertanyaan itu akan menunjukan betapa tidak masuk akalnya kebijakan pemerintah itu.

Kedua, Sepakbola Indonesia penuh dengan carut marut politis yang merusak. Hal ini diawali dengan ketua PSSI yang merupakan seorang tahanan yaitu Nurdin Hamid yang tersangkut dengan kasus gula. Saking hancurnya sistem yang ada di PSSI, FIFA terpaksa menghukum Indonesia karena masih mempertahankan Nurdin sebagai ketua padahal dalam aturan FIFA seorang tahanan tidak bisa menjadi ketua sebuah organisasi bola. Tetapi apa mau dikata, Nurdin masih kuat dan dia masih tetap ketua PSSI walaupun dalam penjara. Sungguh suatu Ironi.
Maka dalam pendidikan Indonesia, juga terdapat banyak ironi yang sama. Ini salah satu contohnya adalah UAN. Dengan menyelengarakan UAN, pemerintah telah melanggar UU SISDIKNAS yang telah dibuatnya sendiri sebagai UU. jelas dalam salah satu pasal UU SISDIKNAS dlam baba evaluasi dikatakan bahwa yang berhak melakukan evaluasi pendidikan adalah pendidik yang mendidik disekolah tersebut. dengan adanya UAN, jelas itu telah melanggar UU tsbt. Didalam perpress UAN juga dikatakan fungsi UAN hanyalah untuk memetakan kondisi pendidikan Indonesia secara keseluruahan, tidak dalam menentukan kelulusan. Tanya kenapa? Para ahli pendidikan pun tak akan mampu mengoyahkan kenyakinan pemerintah. Maka usaha menghentikan UAN laksana meludah ke udara melalui jendela bus:ada energi yang keluar sia-sia.

Selain persamaan, ada juga perbedaan yang menohok yang saya saksikan dala cuplikan tadi siang. Dalam berita tersebut dikatakan PEMDA Makasar menyuntika uang sejumlah 10 miliar supaya PSM dapat ikut dalam kompetensi sepakbola nasional. Sungguh suatu Ironi. Dalam pendidkan justru hal yang berseberangan yang sering terjadi, jangankan menyuntikan dana untuk pendidikan, malah pemda setempat sering menyunat dan pendidikan yang seharusya untuk kesejahteraan guru. Tengoklah gaji pemain bola, 3 sampai 4 juta. Liat guru, ia akan tetap oemar Bakri seperti yang dilukisan sang penyanyi dengan baik. Sungguh mengecewakan.

Love


Kristian

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng