Sabtu, 20 Oktober 2007

Unbearable Pain: Kekejian Manusia

Jahanam, anjing dan bangsat, adalah kata-kata pertama yang terlintas dibenakku untuk Nazi ketika aku membaca sebuah novel berjudul Malam, the night atau dalam judul aslinya la nuit yang ditulis oleh seorang penerima nobel sastra Elie Wiesel tentang pengalamanya sebagai seorang anak di kamp konsentarsi Nazi autscwitch. Novel yang diberikan oleh teman sangat spesial saya itu menginggatkan saya bahwa kadang manusia dapat bertindak jauh lebih buas dan biadad dari binatang. Binatang pada umumnya membunuh untuk makanan dan pertahanan, tetapi manusia dapat membunuh untuk menikmati sensansi dan fantasi tindakan kekejian itu sendiri. Saya kadang terperangah dan seakan hampir – hampir tak percaya bahwa ada manusia sekeji dan segila semacam Hitler, Eichman. Bukankah kita diciptakan dengan hati nurani dan kesadaran moral seperti yang Kant katakan? Saya masih ingat gambaran yang dipaparkan Wiesel tentang malam pertama dikamp tersebut sebaigamana tertulis dihalaman 51:

Takkan pernah kulupakan malam itu,malam pertama dalam kamp, yamg telah menyebabkan seluruh hidupku menjelma menjadi malam yang tak berkesudahan, tujuhkali terkutuk dan tujuh kali terkunci.

Kadang saya pun tak mengerti, mengapa manusia bisa begitu kejam pada manusia lain, bahkan pada bayi-bayi mungil sekalipun. Nazi dengan tenang dan tertawa membakar tubuh-tubuh mungil itu dikrematoruim. Mereka memang manusia laknat. Saya percaya bahwa hal semacam ini adalah dikarenakan karena keakuan yang begitu tak terkontrol seperti Nazi yang beranggapan bahwa klan Arya yang paling tinggi derajatnya jadi Yahudi harus dibersihkan dari muka bumi. Dan tentu di jaman sekarang masih ada orang yang berpikir demikian. Wiesel yang masih hidup sampai sekarang juga mengajarkan saya bahwa kekejaman yang tak tertahankan kadang-kadang menyebabkan kita mempertanyakan keadilan tuhan dan cenderung dapat merontokan iman kita. Mungkin saya juga akan bertanya hal yang sama seperti Wiesel, bagaimana tuhan mengijinkan mereka membakar bayi-bayi itu didepan matanku? Tuhan mesti sudah buta dan tak ada. Mungin saya juga merasa bahwa pada saat itu tuhan juga telah mati. Memang bagi saya Wiesel telah memberikan pelajaran bahwa hal seperti itu harus lenyap diabad sekarang ini. Wiesel ingin menggingatkan kita jangan sampai kita mengulangi sejarah kelam. Saya menitikan air mata dan terdiam ketika membaca novel itu. Novel itu juga menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang rakus akan harta benda. Bahkan dengan menyakitkan manusia lain sekalipun. Saya masih ingat bahwa ada seorang tentara Nazi SS yang mencabut gigi emas seorang yahudi dengan mengunakan Tang tanpa bius, Aduuhhhhh betapa kejinya. Novel ini telah mengingatkan saya dan pembaca lainya untuk menjadi manusia yang manusiawi dan memiliki landasan kasih. Membaca novel itu membuat saya merinding memikirkan sakitnya dan kekejian Nazi. Dan saya tahu betapa sakitnya ketika suatu pagi saya menonton acara Oprah yang membahas tentang Holocaust. Didalam tayangan tersebut, Oprah membawa Wiesel di kamp tempat dia dulu dan minta Wiesel menceritakanya kembali. Wiesel bergetar and berlinang air mata dan bahkan tak mampu melangkahkan kakinya. Ditempat keji itu dia melihat ayahnya,ibunya,adiknya dibakar hidup-hidup. Dapatkah anda menahan sakit itu?saya tak sanggup dan tak mampu menjawabnya. Memang Nazi telah mati dan Hitler pun telah bunuh diri, tetapi ingat hal-hal seperti ini dapat mejelmakan diri dalam bentuk-bentuk lain. Menurut saya masih ada Hitler-Hitler yang lain seperti majikan yang menyetrika tubuh pembantunya, ayah yang menganiaya anaknya sampai mati, anak yang membunuh ayahnya, adalah bentuk kekejian baru yang mencoba menggingtkan saya pada Hitler yang gila itu. Anda tahu bagaimana Hitler mebunuh anak muda and orang tua yahudi yang sudah lemah dan tak mampu bekerja lagi? Mereka disuruh masuk kedalam ruang atau chamber disuruh mandi, lalu dikunci dan dimasukan gas beracun Zyclon B yang mematikan itu dan mereka seperti tikus yang mati. Tak ada harga lalu dibakar. Ceritanya pun hilang. Tidak ada penghargaan jiwa dan tubuh. Lalu maukah kita seperti itu? Menjadi Hitler-Hitler lain seperti di Malaysia dan itupun karena keakuan mereka.kadang-kadang memang seperti tidak nyata apa yang diceritakan dan bahkan tak mampu membayangkanya. Dan sampai sekarang saya terus bertanya MENGAPA? Tetapi ada secercah kebahagian bagi saya ketika Wiesel bisa memaafkan Nasi dalam bentuk yang hampir sama yang diungkapkan Ibu Teresa : saya memaafkan namun tidak melupakan mereka. Kita memaafkan mereka karena kita tidak bisa hidup dalam masa lalu karena orang yang hidup dimasa lalu akan selalu di hantui masa lalu, tetapi kita tidak akan membiarkan masa lalu terulang dimasa depan. Sebagai manusia, kita, harus berusaha supaya hal semacam ini tidak terulang dalam sejarah peradaban manusia. Mari kita menunjukan laku cinta kita kepada sesama.


Peace and Love


Kristian

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng