Selasa, 21 Oktober 2008

Pikiranku


Seandainya saya bisa menghentikan pikiranku untuk berpikir, mungkin pikiranku tak kan jauh mengembara seperti ini. Kadang saya duduk di warung kopi, tapi pikiran nun jauh disana mengamati segala hal yang saya terima dari pengamatanku. Mungkin orang lain akan berkata dengan lantang padaku: Jangan berpikir jauh, urus saja hidupmu, tak guna memikirkan hal-hal itu. Tapi jujur saya sungguh tak bisa seperti itu karena otak memang diciptakan untuk berpikir. Bukankah sang bijak berkata: Pencapaian yang besar selalu dimulai dengan mimpi yang besar

Saya adalah pengembara karena pikiranku. Saya mengembara jauh sekali hingga menuju batas yang tak terbatas karena pikiran manusia memang tak terbatas. Sore tadi sekitar jam tiga, saya duduk di warung kopi sambil membaca beberapa koran lokal yang cukup menarik untuk mengisi asupan pikiranku. Saya membaca banyak hal yang sedang terjadi di provinsiku. Mulai dari sibuknya para calon walikota Pontianak mengiklankan diri sampai ke carut-marutnya laporan keuangan Kal-bar yang laporan tahun lalunya dinyatakan disclamer oleh BPK pusat. Disclamer bearti bahwa laporan keuangan Kal-Bar tidak layak dinilai karena banyak items pengeluaran tidak jelas dan banyak indikator korupsi. Bagiku yang awam ini, hal itu adalah berita yang sudah basi. Siapa sih yang tidak korupsi dinegeri ini, dari tukang bangunan sampai Presiden pun melakukanya dalam berbagai bentuk. Namun yang membedakanya hanyalah seberapa besar korupsi itu mempengaruhi orang lain. Saya membaca dikoran itu bahwa BPK pusat mengancam tidak akan mengeluarkan dana DAK jika Kal-Bar terlambat lagi dalam menyelesaikan pembahasan APBDnya. Sudahlah calon walikota,bupati, jangan pernah berkata anda tak korupsi karena itu menunjukan kebenaran ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis: Hipokrit.

Saya dengan santai kembali melanjutkan pengembaraan saya. Kali ini membaca majalah tempo. Setelah lama membaca dari bagian awal majalah itu, saya nampaknya terpesona untuk membaca tentang perjalanan Yusuf Kalla menggunakan pesawat jet jenis Boeing menuju prancis dalam sebuah kegiatan negara. Dalam rubrik itu dijelaskan bahwa pesawat jet itu adalah pesawat pribadi milik taipan bisnis Aburizal Bakrie yang berharga 446 Milyar rupiah. Sungguh berita yang fantastis dan mengecewakan yang datang bersamaan.

Kukatakan fantastis karena berita rubrik itu menjelaskan tentang kelebihan-kelebihan pesawat jet yang super mahal itu. Rubrik itu menjelaskan kemewahan dan kenyamanan yang ditawarkan jet itu pada penumpangnya. Saya tak bisa membayangkan seandainya saya yang meminjam dan menggunakan pesawat jet itu untuk keliling dunia. Pasti sungguh menyenangkan. Tapi itu hanyalah mimpi, namun tak ada salahnya bermimpi.

Kukatakan mengecewakan karena pada saat yang bersamaan, banyak keluarga yang menderita karena lumpur lapindo yang notabennya milik grup bakrie yang bos besarnya Aburizal Bakrie. Para korban harus menunggu sedemikian lama demi memperoleh ganti rugi yang dijanjikan perusahaan Lapindo. Mereka harus mengemis meminta sesuatu yang sudah merupakan haknya. Jika saya tak salah, ganti rugi semuanya bernilai kurang dari 2 Triliyun. 2 triliyun tak ada artinya bagi grup bakrie yang menurut majalah Forbes Asia kekayaanya sekitar 54 Triliyun itu. Lihat saja pesawat pribadinya bernilai hampir setengah triliyun. Mungkin begitulah semua orang kaya bertingkah laku. Memang benar kata sang bijak: semakin kaya seseorang, maka makin kikirlah dia. Mungkin kita semua akan berbuat demikian kalau kita kaya. Namun paling tidak, berikan sesuatu yang sudah menjadi hak orang lain.

Pikiranku pun berlanjut membaca tentang betapa hancurnya negeri ini. Mungkin sudah takdir bahwa negeri ini tak akan pernah maju. Jangan bermimpi kawan, lebih baik kita menjadi orang yang pesimis saja. Dibagian lain majalah itu, bagaimana Tomy Soeharto berkong-kalikong dengan para pejabat dan pengusaha membodohi petinggi negara yang memang bodoh itu. Berita itu diawali dengan penyitaan aset PT.Timor milik anak bungsu pak harto itu oleh negara yang diserahkan ke BPPN itu. Pada saat ayahnya jatuh, semua aset timor disita pemerintah pada waktu itu. Aset perusahaan itu ditaksir bernilai empat triliyun rupiah. Sejak Tomy dipenjara, aset tersebut pun mengendap di BPPN. Tak diduga dan tak dinyana, sekitar tahun 2002 BPPN menjual aset itu pada sebuah perusahaan yang saya lupa namanya sekitar 400 milyar lebih. Setelah diselidiki rupanya ada orang BBPN yang bermain dan yang membeli adalah anak perusahaan milik surya Paloh yang merupakan suruhan Tommy. Memang kita sudah rusak. Anak SD saja mengerti bahwa ia tak akan menukar uang 5000 kertasnya dengan uang 500 perak. Sungguh Dungu bangsa ini.

Jangan pernah berharap bangsa Indonesia akan bisa bangkit dari kedungguan ini karena itu seperti dosa asal yang diberikan adam dan hawa. Dosa asal tak akan terhapuskan selamanya. Mungkin harus dibasmi dengan senjata biologi masal dulu dua generasi bangsa ini untuk bisa membangun generasi yang lebih baik.

JANGAN BERHARAP BANYAK KAWAN


Cheers



Kristian

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng