Sabtu, 04 Oktober 2008

Sejarah Tuhan dan Menalar Tuhan

Dalam bulan Ramadhan yag baru saja selesai, tampaknya ‘Tuhan’ merupakan fokus utama kehidupan manusia. ‘Tuhan’ tampaknya tak akan mati seperti yang di klaim oleh Nietze atau Ia tak hanya sekedar hasil proyeksi cipataan manusia seperti yang diyakini Fuerbach, pencetus Ateisme itu. ‘Tuhan’ pasti merupakan sesuatu yang lebih dari apa yang kita pikirkan maka oleh sebab itu tuhan tak akan hilang begitu saja. Fokus ke tuhan pun terjadi sangat intens pada bulan puasa ini. Seperti yang kita pahami secara umum, tujuan puasa orang muslim adalah untuk mencapai ketaqwaan. Ketaqwaan yang tentu dimaksudkan taqwa terhadap ‘Tuhan’. Sebagai orang yang baru belajar tentang ketuhanan dan ingin bermaksud mengerti tentang ‘tuhan’ itu sendiri, maka saya sebenarnya diam-diam bertanya dalam diri saya sendiri sebuah pertanyaan : apakah ‘Tuhan’ telah ada sebelum agama yang kita ketahui sekarang ini lahir?lalu jika ada, apakah mereka menyebutnya Tuhan juga atau apa? Atau ada suatu nama lain sebenarnya ketika kata tuhan sendiri belum pernah ada.

Memang pertanyaan seperti ini telah ada semenjak satu atau dua tahun lalu, namun kemendesakan untuk menjawab hasrat seperti itu tampaknya tidak terlalu urgen.
Tepatnya sekitar satu bulan lalu, saya berkesempatan untuk berkunjung kerumah salah satu teman dekat saya. Dibagian sebelah kiri kamarnya, terdapat sebuah rak buku , di rak itu terlihat dengan jelas sebuah judul buku yang cukup menarik perhatian saya. Tertera denga huruf yang besar sekali
“ SEJARAH TUHAN” karangan Karen Amstrong. Dulu memang saya pernah mencuri membacanya sedikit ketika ditoko buku Toga MasJogja karena tak mampu membeli. Harga buku itu tak tampak bersahabat dengan kantong seorang mahasiswa pas-pas an seperti saya waktu itu. Dengan segala kebaikan yang diberikan oleh ayah teman saya itu yang sekarang calon pastor CDD itu, saya dipinjamkanya buku yang ditulis Karen Amstrong itu.

Ketika baru membuka halaman pengantar dari buku itu, saya paham sekali bahwa buku itu bukanlah buku yang dapat dibaca dengan santai. Saya paham bahwa butuh konsentrasi dan keringat untuk dapat menelan ide yang dituliskan dalam buku itu.
Sampai sekarang, jujur saya masih jauh dari paham tentang isi buku itu, tampaknya saya harus mengerti dulu sejarah panjang peradabaan manusia yang dimulai sejak 14.000 SM yang lalu sebagaimana yang dikisahkan dalam buku itu. Saya baru saja selesai membaca tentang apa yang disebutnya “pada mulanya”. Namun hal itu tak menghalangi saya untuk menulis sedikit kesan tentang buku itu. Dalam buku itu jelaskan dipaparkan bahwa jauh sebeluma ada apa yang kita sebut agama sekarang, peradapan kuno telah mengenal suatu kekuatan yang mereka kenal diluar mereka. Dan jauh sebelum kata “tuhan” itu ada, orang didaerah Tigris sudah mengenal kekuatan yang mereka sebut Manna

Entah benar atau tidak, Manna merupakan cikal bakal tuhan yang kita kenal sekarang. Orang Afrika juga sudah mengenal kekuatan itu, dan mereka masih percaya pada dewa langit mereka. Maka jelas pada tahap ini saya ingin mengatakan bahwa ‘pengalaman akan tuhan merupakan suatu yang personal dan pengalaman tiap-tiap orang akan tuhanya sangat berbeda’ oleh sebab itu segala macam pemaksaan ketuhanan terhadap suatu kelompok adalah suatu kesalahan besar. Dengan membaca sedikit buku itu, saya sedikit mengerti bahwa ide tentang apa yang kita sebut tuhan itu tidak jatuh begitu saja dari langit. Konsep ketuhanan dari jaman kejaman itu berbeda sekali dan dapat dikatakan pada tahap tertentu sangat ditentukan kebutuhan jaman waktu itu. Sebagaimana saya katakan dari awal, pemahamana saya terhadap dari buku itu jauh dari memuaskan. Tampaknya saya harus lebih bersabar dala mencerna makanan yang begitu sulit itu. Semoga saya bisa.

Buku pertama memberi sedikit cahaya terang tentang sejarah ketuhanan kita sekarang ini. Tah mengapa, saya sering sekali menemukan sesuatu hanya karena bungkusan dan gimmick yang ada diluarnya membuat saya tertarik. Hal ini, juga terjadi dengan buku kedua yang hanya saya baca beberapa bagian. Dulu, ketika ada kesempatan pegi keJogja, tepatnya November 2006, saya menyempatkan diri pergi kegedung yang bersebelahan dengan hotel Saphir. Saya lupa nama gedung itu, namun satu yang pasti saya ingat waktu itu: ada bazzar buku murah digedung itu.

Setelah cukup lama melihat-lihat buku dibeberapa stand buku, saya akhirnya mampir dipojok buku terbitan Kanisius. Di depan stand buku itu, tertampang suatu baliho buku yang berjudul “menalar tuhan” karangan romo Franz Magnis Suseno. Sebenarnya saya ingin sekali melihat dan sekedar membaca buku itu sebentar saya untuk menilai apakah saya suka atau tidak, namun karena masih disegek, saya tak bisa dan itu membuat saya penasaran maka saya pun memutusakan untuk membelinya.

Buku itu sangat menantang menurut saya karena menawarkan kita sebagai orang yang percaya akan tuhan suatu cara beriman yang lebih berbobot. Kita tidak akan hanya “berkata “pokoknya saya percaya tuhan” dan “itu urusan saya’. Buku romo Magnis itu sangat enak dibaca hanya pada bab-bab pertama saja yaitu ketika berbicara tentang asal usul Ateisme:mulai dari Fuerbach dengan hasil proyeksi manusianya sampai dengan Freud dengan neurosis sebagai tuhanya. Bagian itu cukup lumayan saya pahami karena tidak begitu membutuhkan suatu nalar yang begitu rumit. Bagian akhir buku itu juga bicara tentang topik yang begitu menarik yaitu tentang Teodisia. Suatu pertanyaan yang tak mudah dipahami. Namun penjelasan bab itu cukup memuaskan saya.bagian yang terumit dari buku itu adalah ketika Romo Magnis mulai menjelaskan “jalan-jalan menuju tuhan’, dengan segala silogisme dan nalar yang sulit, saya sampai sekarang belum paham pada bagian itu. Sulit sekali.mungkin saya yang tak cukup pandai untuk memahami alias Bodoh.

Namun ada hal penting yang saya pelajari dari buku itu: Beriman bukan bearti percaya pada suatu proposisi begitu saja tanpa mencoba menalar proposisi itu.Justru iman yang hanya percaya begitu saja menurut romo Magnis bisa dipertanyakan kesahihanya.beriman perlu suatu pemahanam mendalam terhadap apa yang di imani dan iman tak selalu berlawan dengan akal.

Saya berharap dapat memahami keimanan saya dengan lebih baik. Semoga...

Love
Kristian

Tidak ada komentar:

My Lit Sister and My Niece

My Lit Sister and My Niece

My Niece and Nephew

My Niece and Nephew
Lucu-Lucu dan Ganteng