Sabtu, 13 Desember 2008
Sabtu, 06 Desember 2008
A note for a friend
Ketika kali pertama kali kakiku menyentuh hall depan Universitas Sanata Dharma, aku merasa malu dan tak tahu harus berbuat apa. Aku bak tersesat di dihutan dan tak banyak mengerti apapun, maklumlah aku ini seorang wong ndeso. Ketika pertama masuk hall itu, aku tak tahu dimana tempat jurusan PBI mengisi KRSnya. Untunglah aku datang awal dan cukup berani bertanya. Setelah tahu tempatnya, kami, segerombolan mahasiswa baru tepatnya berdiri didepan pintu BAPSI universitas yang cukup kurindu kini.
Tak lama setelah aku sudah selesai mengisi KRSku, kulihat ada seorang laki-laki seumurku, bertubuh cukup besar, tinggi, rambutnya cukup ikal dan tentunya berwajah sangat kejawaan [ tentu kita tahu karakter wajah wong jawo] datang dengan agak berkeringat dan tampaknya ia sudah terlambat dalam pengisian KRSnya. Wajahnya cukup ganteng dan bahkan manis menurutku dan didalam wajahnya sudah terlihat ia adalah orang yang sangat bersahaja dan sangat rendah hati. Ya,,dialah orang yang kelaknya menjadi teman terbaiku dikampus tua itu. Nama lengkapnya adalah ALBERTUS WAWAN SUGIYARTO. Sebuah nama yang jelas sangat njawani...
Menurutku, mungkin ada alasan mengapa orangtuanya yang baik itu memberi nama ALBERTUS WAWAN SUGIYARTO kepadanya. Pertama, tentu orangtuanya ingin dia menjadi seorang yang baik dan taat seperti santo Albertus dan bukankah pada kenyataanya ia adalah seorang katolik yang taat. Saya masih ingat kami sering berdoa digereja ganjuran bersama dan ia tampak khusuk dalam berdoa. Kedua, menurutku, mungkin juga orangtuanya ingin ia menjadi seorang yang berWAWAsaN seperti namanya. Orangtuanya ingin ia cerdas dan cerdik karena kedua hal itu lebih dari sekedar pintar dan nama depan ALBERT juga cukup menggingatkan kita pada raja kimia MBAH ALBERT EINSTEIN. Mungkin ia tak sehebat itu. Ketiga, mungkin juga ibunya ingin ia menjadi orang yang kaya sebagaiman tergambar jelas pada nama akhirnya SUGIYARTO yang juga dapat bearti SUGIHARTO atau kaya harta. Namun menurutku mugkin bukan pada hal harta yang utama. Mungkin lebih tepat SUGIHATTI.
Ia, Wawan memang sangat kaya akan hati. Ia ramah pada semua orang, suka membantu terutama membantuku pergi kemana saja dan orangnya rendah hati dan tak tampak sombong.
Wawan yang kemudian bersama HASTRI menjadi teman terbaiku disadhar telah menjadi suatu seorang yang sudah benar sugih hatinya. Hampir tiap ada kuliah, ia datang menghampiriku dikos dan kadang mengajaku pergi bersama dengan sepeda motornya yang bagus itu. Kami sering menyantap makanan emak ditunggorono yang tah mengapa kami berdua tak pernah bosan mencicipinya hampir setiap ada kuliah sore. Kami kadang saling mentraktir satu sama yang lain. Sering juga kami berdua belajar bersama dikos dan mengerjakan tugas bahasa inggris yang menumpuk.
Saya sering melemmparkan guyonan ketika kami bertiga sedang diskusi. Kami bicara mulai dari bisnis sampai wanita. Dan kebnayakan memang tentang wanita dan hal-hal lucu lainya. Ia juga setia mengantarku gunting rambut di salon sederhana pak tua didepan gardena dekat galeria. Ia menunggu dengan sabar. Saya secara pribadi beberapa kali menginap dirumahnya di bantul dekat ganjuran dan orangtuanya sangat welcome denganku. Dengan itu saya ingin mengucapkan banyak terima kasih. Ketika aku datang kadang bapaknya menyuruhnya beli makanan ini dan itu. Kutidur diluar denganya ruang tamu rumahnya yang bertembok gaya belanda yang begitu tebal
Ketika saya melaksanakan KKN, dengan senang hati bapak wawan meminjamkan sepeda untanya untuk kupakai karena rumahnya tak terlalu jauh dari tempatku KKN. Sering sekali ku makan ditempatnya. Kami pernah minum wedang jahe di dekat gereja ganjuran setelah selesai misa. Wawan adalah temanku yang telah berbaik hati menolongku. Ia telah membuktikan padaku bahwa orang jawa benar-benar ramah. Andaikan semua orang indonesia seramah dia, tak kan ada banyak kekerasan.
Ya, wawan yang kini bekerja di penjara, adalah teman terbaiku di jawa yang tak terlupakan karena ia adalah orang baik dan orang baik itu sulit dicari.
Thank You
Kristian
Minggu, 30 November 2008
Merengkuh Masa Kecil
Hari ini, saya merengkuh masa kecilku ketika saya sedang mencuci baju di sore hari yang hujan lebat. Terbersit di benak ku kenangan masa kecilku ketika saya berhujan-hujan diri dikampung sambil main luncuran dari tanah kuning yang sekarang baru saya sadari betapa bahaya permainan seperti itu sekarang.
Jipratan masa lalu saya kadang membuat saya menikmati suatu momen dimana hiudp benar-benar terasa indah tanpa beban. Rasanya hidup tak pernah ada halanganya. Masa anak-anak adalah masa terbaiku. Mengenang masa-masa ketika hampir tiap hujan saya dan teman-teman sebaya bermain bola di depan rumah yang sudah penuh dengan air. Kami sebenarnya bukan menikmati permainanya, tapi lebih pada sensansi hujan yang dibalut dengan permainan. Sungguh suatu momen yang tak terlupakan.
Jika kulihat kembali teman-teman sepermainaku masa kecil, mereka semua telah berubah dan menuju ke tangga kedewasaan. Mereka semua telah menikah dan siap menghadapi hidup yang keras. Mereka lebih berani dari diriku. Mereka lebih siap didewasakan oleh hidup. Saya harus menggangkat jempol untuk mereka semua.
Ada Krisman yang telah beranak satu, ada Sier yang telah beranak tiga, ada Ulot yang anaknya sudah bisa memanggilnya ayah dan berlari denganya. Mereka semua telah menjawab panggilan hidup mereka sebagai orangtua. Saya tetap mengamati hidup dan terdiam
Love
Selasa, 18 November 2008
Pendidikan itu adalah rahim
Pendidikan itu bagaikan rahim bagi manusia yang dikandung oleh seorang ibu. Rahim itulah yang memungkinkan calon manusia itu benar—benar menjadi manusia seutuhnya. Setiap upaya haram untuk mengagalkan kelangsungan rahim tersebut adalah ancaman langsung bagi kemanusian. Jadi rahim kehidupan sebenarnya adalah pendidikan. Hanya dengan pendidikan (tentu dalam arti luas)hidup manusia akan benar-benar bermakna sebagai manusia. Mungkin Itulah sebabnya mengapa Romo Driyarkara mendefenisikan pendidikan sebagai segala usaha memanusiakan manusia, terutama manusia muda. Karena pendidikan itu seperti rahim, maka pendidikan harus dijaga ekstra hati dan di jaga kesakralanya. Menurutku rahim itu sakral bagi tiap wanita. Maka, manusia yang hidup tanpa mencoba mendidik dirinya sendiri dengan maksimal akan mengurangi derajat kemanusian sendiri. Renungan diatas saya dapatkan dari pembacaan saya terhadap kumpulan esai romo Mudji dalam buku ide pencerahan. Pencerahan merupakan semacam titik balik dimana insan manusia benar-benar menyadari keberadaan dirinya apa adanya dan memampukan dirinya dalam menghadapi zamanya dengan bijaksana(menurutku lho). Maka kelangsungan hidup manusia yang ingin benar-benar menjadi manusia itu tergantung pada rahim pendidikan. Tanpa pendidikan nampaknya sulit mencapai manusia Indonesia seutuhnya.
Ketika berbicara tentang pendidikan dalam arti luas, saya pun terpaksa bertanya pada diri saya, apakah pendidikan terbesar dalam diri kita terjadi disekolah formal kita?Saya rasa tidak. Sekolah itu idealnya bukan tempat pendidikan, sekolah lebih cocok disebut tempat pengajaran. Lihatlah, tugas utama kami guru adalah mentransfer pengetahun ke anak didik. Pendidikan itu terjadi disekolah yang sebenarnya yaitu sekolah kehidupan. Hanya kehidupan yang merupakan guru sejati pendidikan. Romo Drost berpendapat bahwa tugas utama sekolah formal adalah pengajaran. Pendidikan itu kata romo Drost tak pernah formal. Pendidikan adalah proses pemuliaan manusia. Dan pemulian itu dalam masyrakat dan sekolah formal hanya secuil dari bagian itu. Maka saya secara garis besar setuju dengan pendapat romo Drost itu. Maka salahlah asumsi semua orang bahwa yang terjadi disekolah itu pendidikan, yang terjadi adalah pengajaran dengan secuil pendidikan.
Kita, Guru, memahami bahwa pengaruh yang kita berikan kepada murid disekolah itu jauh sedikit dibandingkan apa yang diberikan masyarakat kepada murid kita. Ya...karena memang pendidikan itu terjadi dimasyarakat. Dan sekolah bukanlah tempat inti dari pendidikan. Maka saya setuju lagi dengan pendapat romo Drost bahwa pendidikan moral tidak seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah karena itu ranah tanggung jawab keluarga. Maka sebaiknya pelajaran agama sebaiknya ditinjau ulang kehadiranya disekolah
Proses pendidikan itu tak pernah formal kata romo Drost. Pendidikan itu selalu informal karena pendidikan adalah proses pemulia an. Pendidikan terjadi sepanjang manusia menghidupi kemanusianya. Ia terus mendidik dirinya, bereksplorasi dengan realitas diluar dirinya. Pendidik-kan dan pengajaran memiliki kesamaan mendasar: adanya kerelaan manusia untuk menerimanya. Tanpa dengan rela menyerahkan dirinya dalam proses pendidikan dan pengajaran, sulit bagi seorang manusia untuk mencapat titik optimal perkembanganya. Hanya murid yang rela belajar dari kesalahan yang dapat berkembang, hanya guru yang rela dikritik yang dapat menjadi lebih baik.
Love
Kristian
Sabtu, 08 November 2008
Kematian Rasisme
Pertanyaan ini diajukan sebelum terpilihnya Obama sebagai presiden baru Amerika Serikat. Pada waktu itu ditunjukan dalam berbagai polling di Amerika bahwa Obama unggul satu digit dari Mccain. Ya sekitar enam point. Tetapi, enam poin keunggulan bukan merupakan sebuah keistimewaan jika masyarakat Amerika masih mengidap penyakit rasisme.
Di dalam artikel yang berjudul Could race derail Obama, dijelaskan suatu contoh nyata bahwa pada pemilihan gubernur disebuah negara bagian di US terjadi hal yang sebaliknya. Sang kandidat gubernur yang berkulit hitam ternyata kalah dalam pemilihan sementara polling sebelumnya menunjukan keunggulanya. Sama dengan apa yang ditunjukan poling sebelum Obama terpilih.
Kekalahan sang gubernur patut dicurigai sebagai suatu kutukan dari apa yang disebut rasisme. Memang waktu pemilihan gubenur tersebut dilakukan pada era akhir 90an. Jelas dari pelajaran diatas, bahwa Amerika sesungguhnya belumlah sebenarnya bebas dari apa yang disebut rasisme. Menurutku tidaklah mudah membebaskan diri dari suatu cara pandang lama kita dalam melihat sesuatu, termasuk cara pandang orang Amerika terhadap ras dan warna kulit. Kita semua pasti sudah mengetahui bagaimana menderitanya warga kulit hitam diAmerika pada era 1930an sampai dengan 1960an. Penindasan terhadap orang kulit hitam jelas tergambar dari sebuah filem berjudul Something God has made yang saya tonton. Bagaimana Vivien Thomas sang kulit hitam ditindas oleh sistem ras Amerika walaupun ia adalah seorang dokter otodidak yang berbakat. Ia yang bekerja sebagai asisten bedah dokter Alfred Blalock di rumah sakit harus rela menerima gaji sebagai karyawan golongan III yang artinya pekerjaan termasuk golongan para babu kasar, pengepel lantai dan pengurus kantin Rumah Sakit. Vivian Thomas tak berdaya menerima kenyataan itu, dan harus terpasksa keluar dari kenyataan setelah mengetahui bahwa dia digaji sama dengan babu kasar.
Kekerasan yang dialami warga kulit hitam Amerika juga tergambar dengan jelas pada tokoh Margareth pada novel Maya Angello berjudul I know why the caged bird sings.Pada era 30an sampai dengan 60an perlakuan ras sangat menonjol dengan segala bentuk perlakuan . Ada tempat pangkas khusus kulit hitam, kursi bus yang hanya untuk kulit hitam, sekolah yang hanya khusus kulit hitam dan semuanya itu dapat di simpulkan dalam suatu kalimat singkat: Warga kulit hitam sama halnya dengan binatang, dan kadang lebih rendah dari binatang. Masalah rasisme pun tak serta hilang begitu saja ketika Amerika memasuki abad ke 20 atau 21.
Maka judul artikel diatas tidaklah sangat mengherankan bagi saya. Dalam arti sesungguhnya bahwa pada pemilu tahun ini, Amerika sedang menghadap suatu ujian yang benar-benar berat. Apakah Amerika akan lulus dalam ujian rasisme? Seperti kita ketahui bahwa puncak perjuangan kulit hitam mencapai puncaknya pada tahun 1960an dengan tokoh terkenal Martin Luther King Jr yang harus mati tertembak karena perjuanganya. Dengan tertembaknya sang Martir ingin membuktikan bahwa Amerika tak sepenuhnya siap menerima orang kulit hitam.
Hari ini Amerika menunjukan kepada dunia tanda-tanda kematian rasisme di Amerika. Dengan terpilihnya Obama sebagai presiden kulit hitam pertama, Amerika mengirim pesan pada dunia bahwa akar rasisme di Amerika sudah tercabut dan hampir mati di Amerika. Maka mimpi indah yang di katakan Martin Luther king dalam pidatonya yang berjudul ”I have a dream” sudah menjadi kenyataan. Mimpi itu sudah datang sama seperti Obama berkata bahwa ‘Change has come”. Mimpi Luther tentang kesamaan kedudukan antara ras putih dan hitam telah terkabul dan saya harus berkata kepada rakyat amerika “ selamat atas kematian rasisme di Amerika”. Mimpi Luther yang berharap bahwa suatu hari Anak-anaknya dapat bermain dan bercanda dengan anak kulit putih sudah tercapai, Namun Mimpi terbesar Luther belum tercapai sebelum Obama terpilih sebagai presiden.
Terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika bukan saja tanda akan adanya perubahan mendasar di dalam sistem politik Amerika tapi juga merupakan sebuah pencapaian puncak dari perjuangan kesamaan ras di Amerika. Saya terharu ketika melihat pejuang ras Jesse Jackson menangis ketika melihat Obama berpidato di Grant Park Chicago, Saya melihat bagaiman Oprah dengan mata bekaca-kaca melihat Obama. Bukankah mereka ini orang yang secara langsung pernah merasakan rasisme di Amerika. Maka pada akhirnya, kita patut bertanya pada diri kita sebagai bangsa Indonesia: Apa yang dapat kita pelajari dari kasus di Amerika? Apakah kita sudah menunjukan tanda-tanda kematian rasisme di Indonesia?
Saya tak mampu menjawabnya.
Love
Kristian
Selasa, 04 November 2008
Zaman Edan
Yang membuat zaman edan itu Ronggowarsito karena Ia yang pertama memperkenalkanya.
Tapi ramalan sang pendekar jawa itu tampaknya benar dan relevan sekali di Jaman kita ini. Banyak ke-edanan manusia yang bisa kita amati:
Zaman Edan sekali:
Ada syeyh yang menikahi gadis yang masih bau kencur
Ada ulama yang dengan bangganya mengatakan apa yang dilakukan Amrozi dkk adalah jihad dan halal dalam sebuah debat.
Ada golongan radikal yang keras dan tak berotak
Ada golongan yang suka pamer ketangguhan seperti masih hidup dijaman purba
Aneh
Jumat, 31 Oktober 2008
Surat Kepada Kawan
Kawanku Yang Baik
Kawanku yang baru kukenal, Tak perlulah kamu berkata kepadaku demikian " Maaf ya Rumah kami masih JELEK" ketika aku bertamu kerumahmu.
Bukankah kita berdua memahami bahwa harga manusia itu tak terletak pada apa yang dia PUNYA.
Kawanku, Betapa jelek pun rumahmu, bukankah itu tetap rumah. Rumahmu tak menentukan
hargamu dimataku
Harga manusia itu terletak pada kemanusianya kawanku.
Ada memang manusia yang menilai harga manusia pada kekayaanya,kekuasaanya dan kepandaiannya, tapi maaf kukatakan pada mereka. Tanpa kebaikan hal-hal itu hanyalah barang usang yang tak akan berguna. Tak pernah tercatat dalam sejarah orang besar dan bijaksana berasal dari orang kaya,berkuasa, pandai namun begitu bengis.
Kawanku, aku datang kerumahmu tidak untuk menilaimu. Bukankah aku juga sama sepertimu kawanku.
Didunia ini, lebih baik menjadi orang bodoh yang licik dan pandai menipu daripada orang pintar yang jujur.
Maka aku dan kamu kawanku hanya perlu menjadi orang biasa dan biasanya orang biasa itu baik kawanku
Peace
Kristian
Rabu, 29 Oktober 2008
Anak-Anak
Jadilah anak-anak karena mereka tidak mengenal kepura-puraan
Lihatlah anak-anak mereka tak pernah mengatakan kebohongan
Jadilah anak-anak karena dari mulutnya cuma ada kejujuran
Hiduplah sebagai anak-anak karena merekalah empunya dunia
Anak-anak adalah sebuah symbol manusia ideal secara moral
Ketika bicara moral, jadilah seperti anak-anak
Selasa, 28 Oktober 2008
Bu Lanny Anggawati : Sebuah Kelangkaan
Tidaklah mudah menjadi seseorang yang bisa meninggalkan kenangan yang tak terlupakan dalam suatu perjumpaan. Seseorang yang dapat meninggalkan kesan baik yang begitu mendalam kepada lawan interaksi interaksinya adalah orang yang hebat. Itulah kesanku tentang Bu Lanny Anggawati, mantan dosen mata kuliah SPD[Service Program Design] ku di Sanata Dharma dulu. Mungkin semua mahasiswa yang pernah mengikuti kuliahnya akan berpikir sejalan denganku mengenai hal ini. Bu Lanny dalam beberapa hal merupakan suatu bentuk pencerahan bagi tiap mahasiswa yang mengikuti kuliahnya. Mungkin ada juga yang menganggapnya suatu pencerahan yang buruk, tapi bagiku secara personal, tak ada pencerahan yang buruk. Ada sejumlah alasan mengapa dosen sejenis Bu Lanny dapat dikatakan suatu kelangkaan di dunia pendidikan Indonesia bahkan dunia sekalipun. Dia adalah contoh tindakan keteguhan. Inilah ceritanya mengapa Bu Lanny Begitu langka.
Di Sanata Dharma, ada sebuah mata kuliah yang intinya mengajarkan tentang pembentukan karakter mahasiswa yang bernama SPD. Ketika saya masih mahasiswa semester awal, segala cerita tentang keanehan bu Lanny sudah mengiang ditelinga kami para junior dari senior kami tentang betapa bu Lanny begitu "kejam"
Segala cerita itu pada awalnya sangat menakutkan dan seram pada awalnya. Segala cerita itu mebentuk kesan awal kami tentang bu Lanny. Semua itu dapat disimpulkan dalam satu kalimat pendek: Bu Lanny Luar Biasa Lain.Inilah awal cerita dari kelas SPD yang saya ikuti dengan bu Lanny.
Pada pertemuan pertama pada awal semester, semua mahasiswa sudah berjejer ditangga perpustakaan Sanata Dharma menuggu kedatangan Bu Lanny. Kami semua memahami kebiasaan bu Lanny bahwa jika anda datang terlambat, maka tamatlah riwayat mata kuliah SPD, anda langsung dicoret dari daftar mahasiswa. Saya pada waktu itu termasuk seorang mahasiswa yang secara terpaksa menunggu dari jam 5.30 pagi karena takut terlambat masuk kelas SPD. Tapi nyatanya, Bu Lanny adalah orang yang bermain secara fairplay dalam istilah sepakbolanya. Ia datang sekitar jam tujuh kurang beserta beberapa asisten-asisten yang sekitar bertiga atau berempat waktu itu. Seketika kami masuk kelas, beliau menyuruh kami memilih memilih potongang-potongan kertas warna warni yang telah dipotong kecil dan menyuruh kami menulis nama dikertas itu dan segera mengumpulkanya. Kami melakukanya dengan cukup tergesa-gesa. Tah kenapa waktu itu, saya tak terlalu ingat dengan warna pilahanku karena da beberapa warna, kami pun mengumpulkanya. Setelah selesai, beliau mengelompokan kertas itu sesuai warnanya. Dengan lantang, dia meminta kami untuk pergi kedepan dan mencari diwarna apa kami menulis nama kami masing-masing. Saya yang tak begitu sadar tadi maju dan tak dapat menemukan nama saya hanya dalam suatu jenis warna kertas. kalau saya tidak salah saya telah membuka tiga warna kertas dan akhirnya menemukan juga. Yang melakukan hal seperti itu tidak hanya saya sendiri dan lebih dari setengah kelas yang berjumalah 50an waktu itu. Setelah semua kami selesa, Bu Lanny dengan lantang berkata" lihatlah, banyak orang melakukan suatu hal tanpa kesadaran. Sungguh bodoh". Kata ini awalnya sulit kupahami sebelum aku mengetahui bahwa bu Lanny adalah seorang meditator Vipasanna yang aktif yang telah mengikuti lebih dari 10 pelatihan dengan SN.Goenka sebagai mana saya ketahui dari buku biographinya.
Pertemuan pertama pun dilanjutkan dengan segala penjelasan dan penjabaran dari Bu Lanny tentang hukum-hukum yang digunakan dikelasnya yang ditampilkan di didinding dengan LCD projector oleh asistennya. Dapat diringkas hukum-hukum kelas bu Lanny dalam beberapa pasal sebagaimana sebagai berikut:
1. No Late comers. Artinya dikelas bu Lanny tidak dikenal istilah datang terlambat. Jika anda terlambat sekali saja bahkan ketika ia melihat jam tanganya sudah menunjukan pukul 06.00 dan ia menutup pintunya, walupun anda berlari itupun tak akan berguna. Ia dengan tenang akan mengatakan kata ampuhnya "see you next semester". Artinya nama anda dicoret dari daftar kuliahnya yang bearti anda gagal dan harus mengulang semester depan dengan dia lagi karena mata kuliah ini hanya dia seorang yang mengampunya. Sungguh tak biasa.
2. Lecture Begins at 06.00 yang dapat disimpukan bahwa kuliah dimulai jam 06.00 pagi tepat. Di SadHar, jadwal kuliah terpagi dan normal biasanya jam 07.00 tapi kelas bu Lanny adalah kelangkaan. Maka dikelasnya, kuliah dimulai jam 06.00. Jika anda terlambat maka anda get out of her class.
3. Dress neatly artinya berpakaian rapi yang dalm kasus bu Lanny bearti memakai celana tissu dan sejenisnya, berbaju kemeja panjang serta dengan dasinya, berambut rapi dan satu hal lagi jangann lupa membuat semacam call card pribadi seperti yang pakai karyawan dikanntor perusahaan besar. Bagi wanita berarti memakai rok beserta lainya denga paduan lipstik yang sesuai. Artinya wanita harus berdandan.
4. Wear proper shoes. Pakailah sepatu yang sesuai. Jangan pernah pakai sepatu olahraga dan sejenisnya karena anda akan ditendang dengan tegas dari kelasnya karena anda melanggar salah satu pasal dikelasnya.
5. Do homework. Ini adalah suatu kebiasaan yang membuat banyak mahasiswa beguguran dikelasnya secara rutin. Hampir tiap minggu ada tugas rumah yang unik dan melelahkan seperti mencatat kegiatan kita tiap 30 menit selama seminggu. Tidak diperbolehkan penggunaan tip-ex. Anda melanggar, maka kata ampuhnya akan keluar.
6. No tiredness and Yawning. Jangan pernah anda kelihatan lesu atau menguap maka anda kan dipermalukan dengan hormat olehnya. Anda akan dipoto sewaktu menguap dan diperlihatkan betapa bodohnya dan jeleknya anda menguap. Bayangkan jika mulut kita terbuka lebar dan dilhat semua teman. Maka malulah kami.
Hukum-hukum diatas adalah beberapa hukum dasar utama yang masih saya ingat dari ADRT kelas SPD bu Lanny. Masih ada beberapa lagi yang saya lupa persisnya tetapi secara garis besar masih berhaluan yang sama. Dari segala aturan yang tercantum diatas, bu Lanny pada awal pertemuan dengan jelas memanggil kami manager bukan mahasiswa. Dia dengan lantang berkata bahwa manager berasal dari kata 'manage' mengatur yang bearti jika kami disebut manager artinya kami sudah mampu mengatur diri kami dan lebih penting lagi mampu mengalahkan diri kami. Sungguh bijaksana penjelasanya. Bahkan lebih lanjut ia berkata" saya lebih suka memanggil anda mahamurid daripada mahasiswa" alasanya menurutnya karena 'siswa berasal dar kata sanskerta yang berarti orang yang Diajari' sedangkan murid adalah orang yang belajar dari bahasa arab. Dan tentu kita sudah paham apa maksud penjelasanya.
Dari segal pasal-pasal yang dijabarkanya, sungguh tindakanya lah yang lebih membuatku terkagum-kagum dengan gaya hidup yang dijalaninya.Inilah beberapa contohnya:
1. Setiap kuliahnya yang diadakan Senin pagi, dapat dipastikan bu Lanny dan asistenya sudah berada didepan pintu ruang perpus setengah enam pagi. Seperti kami semua ketahui, bu Lanny tinggal diklaten yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit dengan mobil pribadinya. Bearti jam 5 pagi saja bu Lanny sudah siap berangkat ke Jogja untuk mengajar. Maka itulah dasar hukum pertamanya. Jangan pernah berkata anda terlambat apalagi kebanyakan kami tinggal diJogja karena ini dan itu. Semua itu tak ada guna nya.
2.Jangan harap anda bisa melihat bu Lanny datang dalam keadaan lesu sebagaimana saya sering alami ketika masuk ke kelas. Dengan langkah cepatnya, ia berdiri tegak dan tak pernah ia duduk dalam kondisi membungkuk. Ia selalu tegak. Hal ini kupahami setelah mengetahiu bahwa ia seorang meditator yang rajin.
3. Bu Lanny pengajar yang sangat luar biasa. selama tiga mata kuliahnya, kami terjaga dengan gayanya dan segala pencerahanya yang ia sampaikan. Ia mengetahui banyak ciri-ciri manusia pada umumnya dan tingkat kesadaran manusia. Luar biasa.
4. Bu Lanny menjadi dosen bukan karena motif ekonomi tapi lebih karena pengabdian dan balas jasa dari apa yang telah diberikan Sanata Dharma kepadanya. Bayangkan saja jika anda mengajar 1 mata kuliah 3 sks setiap minggunya. Paling hanya sejuta perbulan. Tetapi dikelasnya, tiap semester ia harus merogoh koceknya sendiri 2 bahkan 5 juta untuk mahasiswanya. Seingatku dia memberi kami semua sekitar 4 buah buku. 2 tentang budisme dan 2 tentang buku hidunya. Berapa banyak uang yang harus ia keluarkan. Belum lagi hadiah, helem dan hadiah-hadiah lainya yang ia berikan kepada pengumpul tugas terbaik tiap minggunya.
Hampir dapat dipastikan pada akhir semesternya, kelas bu Lanny tak akan pernah lolos semuanya. Pada waktu kelasku, yang mendaftar awal dikelasnya sekita 50 atau 60an, tapi yang berhasil lolos dari kelasnya dengan dapat tugas kelompok berikutnya hanya berkisar 20an saja. 23 jumlahnya kalau saya tidak salah. Lebih dari setengah kelasnya tiap semester dapat dipastikan di kick outnya dari kelasnya dengan segala kesalahan yang mereka buat. Saya masih ingat dengan pemberitahuan bahwa rekor terbanyak mengulang kelasnya adalah 8 kali yang waktu itu juga ikut kelas dengan kami. Mahasiswa itu angkatan 97 an kalau saya tidak salah. Gila sekali.
Setelah saya mengikuti kelasnya bu Lanny, saya mengerti bahwa memang ia adalah orang yang tanpa kompromi. Jika anda berkenalan dengan dia, maka anda tahu bahwa ia sangat berbeda. Ia merupakan sebuah pencerahan yang langka. Sungguh tak mudah menggambarkan Bu Lanny dalam kata-kata.
Love
Kristian.
Selasa, 21 Oktober 2008
Barang Baru : Kejengkelan Baru
Cerita diatas merupakan semacam bayangan pertama yang kupikirkan ketika speedy sudah mulai merambah tempatku yang secara perkembangan TIK agak sedikit lamban bergeraknya.
Minggu lalu, aku pergi kekantor telkom terdekat untuk bertanya sekaligus memasang saluran speedy ditempatku. Ternyata saya disambut oleh terbuka oleh karyawan telkom dan dengan sedikit nada promosi ia menceritakan tentang speedy yang sebenarnya saya sudah pernah memakainya waktu di Jawa (walaupun itu sebenarnya punya temanku)
Pemasanganpun selesai, saatnya mencoba barang baru. Setelah mencoba login dan memasukan segala prasyarat yang perlu akhirnya bisa konek juga. Yang menjadi masalah adalah bahkan koneksi internetnya kadang bisa kadang tidak. Kadang posisi DSL up yang bearti bisa kadang Down. Saya merasa sangat jengkel dengan kualitas speedy dingabang dan saya langsung menghubungi karyawan yang memasangnya. Dengan segala perkiraan, akhirnya saya meminta dia menganti modemnya. Menurutku MODEMNYA bermasalah alias abal-abal dalam bahasaku.
Malam ini modemnya telah diganti, insyakristus koneksinya sekarang lumayan baik dan cepat menurutku. Saya tak tahu harus berkata apa...tapi saya jengkel tadi.
Setahuku, dijawa, ada semacam diskon khusus jika yang berlangganan speedy adalah seorang guru. namun disini tidak ada...Huh..saya kesal
Kristian
Love and Sex
When I am writing this post for my blog, a question is bothering my mind so much. Therefore I decide to write my opinions on such a question. The question is "does love and sex always go together?
I think it is hard to answer such a question immediately since every person might have different views on such an issue. But for me, it is not quite hard to answer: My answer is that crystal clear: Yes it does. It is undeniably true that every time I fall in love with somebody, there is a need within me to be as closer as possible with her in order to be able to kiss or to touch her. I think today's love needs a kind of body contact between the two lovers. Maybe you will say I am immoral, but I am not that bad as you think.
As a teacher, I observe that many students at school don't seem to be ashamed to walk hand in hand with their boyfriends or girlfriends. They even go sightseeing every Saturday night together. In my opinion, there might be some kind of actions of love are done during their date. Maybe a kind of petting, kissing and copulation might happen during that time. Frankly speaking, I probably will do the same when if there is a woman who is that closer to me.
Love and sex seem to be inseparable parts. It is like a package. What do you think about it? Do you agree?
Love
Kristian
Pikiranku
Seandainya saya bisa menghentikan pikiranku untuk berpikir, mungkin pikiranku tak kan jauh mengembara seperti ini. Kadang saya duduk di warung kopi, tapi pikiran nun jauh disana mengamati segala hal yang saya terima dari pengamatanku. Mungkin orang lain akan berkata dengan lantang padaku: Jangan berpikir jauh, urus saja hidupmu, tak guna memikirkan hal-hal itu. Tapi jujur saya sungguh tak bisa seperti itu karena otak memang diciptakan untuk berpikir. Bukankah sang bijak berkata: Pencapaian yang besar selalu dimulai dengan mimpi yang besar
Saya adalah pengembara karena pikiranku. Saya mengembara jauh sekali hingga menuju batas yang tak terbatas karena pikiran manusia memang tak terbatas. Sore tadi sekitar jam tiga, saya duduk di warung kopi sambil membaca beberapa koran lokal yang cukup menarik untuk mengisi asupan pikiranku. Saya membaca banyak hal yang sedang terjadi di provinsiku. Mulai dari sibuknya para calon walikota Pontianak mengiklankan diri sampai ke carut-marutnya laporan keuangan Kal-bar yang laporan tahun lalunya dinyatakan disclamer oleh BPK pusat. Disclamer bearti bahwa laporan keuangan Kal-Bar tidak layak dinilai karena banyak items pengeluaran tidak jelas dan banyak indikator korupsi. Bagiku yang awam ini, hal itu adalah berita yang sudah basi. Siapa sih yang tidak korupsi dinegeri ini, dari tukang bangunan sampai Presiden pun melakukanya dalam berbagai bentuk. Namun yang membedakanya hanyalah seberapa besar korupsi itu mempengaruhi orang lain. Saya membaca dikoran itu bahwa BPK pusat mengancam tidak akan mengeluarkan dana DAK jika Kal-Bar terlambat lagi dalam menyelesaikan pembahasan APBDnya. Sudahlah calon walikota,bupati, jangan pernah berkata anda tak korupsi karena itu menunjukan kebenaran ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis: Hipokrit.
Saya dengan santai kembali melanjutkan pengembaraan saya. Kali ini membaca majalah tempo. Setelah lama membaca dari bagian awal majalah itu, saya nampaknya terpesona untuk membaca tentang perjalanan Yusuf Kalla menggunakan pesawat jet jenis Boeing menuju prancis dalam sebuah kegiatan negara. Dalam rubrik itu dijelaskan bahwa pesawat jet itu adalah pesawat pribadi milik taipan bisnis Aburizal Bakrie yang berharga 446 Milyar rupiah. Sungguh berita yang fantastis dan mengecewakan yang datang bersamaan.
Kukatakan fantastis karena berita rubrik itu menjelaskan tentang kelebihan-kelebihan pesawat jet yang super mahal itu. Rubrik itu menjelaskan kemewahan dan kenyamanan yang ditawarkan jet itu pada penumpangnya. Saya tak bisa membayangkan seandainya saya yang meminjam dan menggunakan pesawat jet itu untuk keliling dunia. Pasti sungguh menyenangkan. Tapi itu hanyalah mimpi, namun tak ada salahnya bermimpi.
Kukatakan mengecewakan karena pada saat yang bersamaan, banyak keluarga yang menderita karena lumpur lapindo yang notabennya milik grup bakrie yang bos besarnya Aburizal Bakrie. Para korban harus menunggu sedemikian lama demi memperoleh ganti rugi yang dijanjikan perusahaan Lapindo. Mereka harus mengemis meminta sesuatu yang sudah merupakan haknya. Jika saya tak salah, ganti rugi semuanya bernilai kurang dari 2 Triliyun. 2 triliyun tak ada artinya bagi grup bakrie yang menurut majalah Forbes Asia kekayaanya sekitar 54 Triliyun itu. Lihat saja pesawat pribadinya bernilai hampir setengah triliyun. Mungkin begitulah semua orang kaya bertingkah laku. Memang benar kata sang bijak: semakin kaya seseorang, maka makin kikirlah dia. Mungkin kita semua akan berbuat demikian kalau kita kaya. Namun paling tidak, berikan sesuatu yang sudah menjadi hak orang lain.
Pikiranku pun berlanjut membaca tentang betapa hancurnya negeri ini. Mungkin sudah takdir bahwa negeri ini tak akan pernah maju. Jangan bermimpi kawan, lebih baik kita menjadi orang yang pesimis saja. Dibagian lain majalah itu, bagaimana Tomy Soeharto berkong-kalikong dengan para pejabat dan pengusaha membodohi petinggi negara yang memang bodoh itu. Berita itu diawali dengan penyitaan aset PT.Timor milik anak bungsu pak harto itu oleh negara yang diserahkan ke BPPN itu. Pada saat ayahnya jatuh, semua aset timor disita pemerintah pada waktu itu. Aset perusahaan itu ditaksir bernilai empat triliyun rupiah. Sejak Tomy dipenjara, aset tersebut pun mengendap di BPPN. Tak diduga dan tak dinyana, sekitar tahun 2002 BPPN menjual aset itu pada sebuah perusahaan yang saya lupa namanya sekitar 400 milyar lebih. Setelah diselidiki rupanya ada orang BBPN yang bermain dan yang membeli adalah anak perusahaan milik surya Paloh yang merupakan suruhan Tommy. Memang kita sudah rusak. Anak SD saja mengerti bahwa ia tak akan menukar uang 5000 kertasnya dengan uang 500 perak. Sungguh Dungu bangsa ini.
Jangan pernah berharap bangsa Indonesia akan bisa bangkit dari kedungguan ini karena itu seperti dosa asal yang diberikan adam dan hawa. Dosa asal tak akan terhapuskan selamanya. Mungkin harus dibasmi dengan senjata biologi masal dulu dua generasi bangsa ini untuk bisa membangun generasi yang lebih baik.
JANGAN BERHARAP BANYAK KAWAN
Cheers
Kristian
Rabu, 15 Oktober 2008
Kita Mengajar Diri Kita
Buku ini ditulis oleh seorang pendidik yang telah berpengalaman mengajar sekitar 30 tahun lebih dan telah mengajar murid dari berbagai level. Mulai dari SD sampai S3 karena memang sang penulis adalah pendidik sekaligus peneliti. Ada satu judul sub bab yang sangat saya sukai dan sadari kebenaran dari kalimat tersebut. Kalimatnya begini : WE TEACH WHO WE ARE. Saya secara pribadi sulit menemukan terjemahan yang tepat untuk kalimat ini, tetapi secara pasti saya mengerti bagian bab ini. Intisari dari kalimat itu berkata bahwa ketika mengajar, sebenarnya kita mengajar diri kita dan membentuk diri kita secara bersamaan. Kita menunjukan siapa diri kita yang sebenarnya ketika kita mengajar. Kita juga pada saat mengajar membentuk diri kita.
Saya rasa, pada saat mengajarlah, sebenarnya kita mengetahui kelemahan dan kelebihan kita dan hanya kerelaan untuk berkembang dapat membuat guru jauh lebih maju dan baik.
Menurut sang pengarang, sebenarnya ketika setiap guru memasuki kelas setiap harinya, sang guru sebenarnya baru mulai belajar tentang keguruanya sendiri. Bagi pengarang, berapa lama pengalaman anda mengajar belum tentu membuat anda hebat dalam keguruan kita karena ada jiwa baru dan pelajaran baru yang kita temui dalam setiap kelas.Maka kata pengarang, mengajar itu selalu perlu belajar dan selalu baru.
Menurut sang pengarang, sebenarnya tidak ada semacam ciri pasti dari apa yang disebut guru yang baik atau ideal karena ideal adalah sesuatu kata yang bersifat normatif. Hampir mustahil diukur. Murid satu berkata yang ideal seperti ini, yang lain lagi berkata seperti ini...
Sulit menjadi ideal
Cheer
Kristian
Senin, 13 Oktober 2008
Melihat Diri
Aku pun sulit tuk menjawabnya.
Dengan semakin tuanya aku, aku seharusnya dapat menjawab pertanyaan itu.
Tapi jujur aku tak tahu
Dengan sedikit pendidikan yang kuperoleh, seharusnya aku bisa lebih dewasa...
Tapi dewasakah aku? Akupun tak bisa menilai
Aku hanya melihat,melihat dan melihat
Kadang kutanya diriku, Apa sih tujuan hidupmu Kris?
Aku terdiam dan kehabisan kata karena memang sulit menemukan kata untuk hal itu
Dulu, pernah kupikir hidup itu gampang
Dulu, kukira hidup itu selalu enak
Bodoh aku, harusnya sku belajar banyak
Aku, yang mudah menilai seharus tak menilai
Aku, yang mudah iri seharusnya rendah diri
Tak perlu semua manusia menjadi besar
Harus ada yang kecil untuk yang besar
Nomor Satu
Nomor satu sama dengan kesuksesan
Jadilah nomor satu dikantormu
Jadilah nomor satu dikelasmu
Jadilah nomor satu dalam kekayaanmu
Jadilah nomor satu dalam segala hidupmu
Memang nomor satu adalah akhir dalam pikiran
Jadilah nomor satu dalam segala hal begitu orang tua
kita berkata
Tak ada ruang bagi nomor dua
Nomor dua adalah dosa turunan yang tak terhapuskan
Tak ada yang rela menjadi nomor dua dan seterusnya
Manusia jika bisa selalu harus menjadi nomor satu
Memang itulah yang dikatakan semua orang kepada kita
Mereka mendoktrin kita tentang nomor satu
Apakah hanya nomor satu yang dapat dijadikan pilihan? Tah lah
Tanya kenapa
Cheers
Kristian
Membaca Kembali Manusia Indonesia
Setelah melihat-lihat dalam waktu yang cukup lama, mata saya mengarah pada sebuah buku berjudul MANUSIA INDONESIA karangan Mochtar Lubis. Membaca nama pengarangnya saja tentu kita sudah mafhum bahwa Mochtar Lubis bukanlah penulis kemaren sore. Mochtar Lubis menurutku penulis yang berbobot. Saya pun membeli buku tersebut.Tadi pagi disekolah, saya menyempatkan diri membaca catatan pengantar yang ditulis Jakoeb Utama dan dilihat dari pengantarnya, tampak sekali buku itu berbicara lebih banyak tentang sifar-sifat negatif Indonesia yang hampir semuanya ada benarnya dan salahnya.
Memang ciri-ciri yang dipaparkan oleh Mochtar Lubis itu sangat banyak benarnya daripada salahnya dan memang benar juga apa yang dikatakan Prof Sarlito dalam sanggahan bahwa ciri-ciri itu mungkin suatu tindakan generalisasi yang berlebihan.
Tapi rasanya, menurutku ciri-ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis lebih banyak benarnya ketimbang alasan-alasan yang disampaikan Prof. Sarlito. Buku itu memang buku yang sudah amat tua. Buku yang diangkat dari ceramah pak Mochtar itu di sampaikan oleh pak Mochtar hampir 30 tahun lalu, namun isinya tampak sangat relevan dengan manusia Indonesia. Bearti dapat disimpulkan bahwa manusia Indonesia sebenarnya belum banyak mengalami perubahan. Manusia Indonesia masih dengan sikap feodalnya, Hipokrit,Tak bertanggung jawab dan beberapa ciri lagi yang saya lupa ketika menulis cukilan ini.
Apa yang dikatakan Mochtar tentang manusia indonesia yang bersikap feodal, rasanya lebih banyak benarnya. Tak dapat kita pungkiri akar feodalitas yang ditinggalkan bangsa belanda pada bangsa kita masih sangat terasa dalam masyarakat kita. Masih banyak budaya asal bapak senang. Lihatlah dalam segala bentuk birokarsi pemerintah kita, feodalisme telah berubah kemasan baru tetapi isinya tetap sama termasuk pada diri saya sendiri. Kita tak perlu malu mengakui kefeodalisme kita karena tindakan itu hanya akan menutupi sikap kita itu dan seolah-olah kita tidak feodal. Akan lebih mudah memperbaiki sikap buruk kita, jika kita dengan tulus mengakuinya dan bersedia berubah.
Potret manusia Indonesia yang disampaikan Mochtar Lubis memang sangat menonjolkan negativitas dari manusia indonesia itu sendiri, namun hal itu menandakan adanya reflektivitas dalam diri manusia Indonesia itu sendiri paling tidak Mochtar Lubis yang melakukanya. Saya rasa gambaran manusia Indonesia kedepan tak jauh beda dengan apa yang disampaikan Mochtar Lubis.
Masihkah kita bisa berharap pada manusia Indonesia?saya juga tak tahu.
Love
Kristian
Sabtu, 11 Oktober 2008
LIHAT, BETAPA LEMAHNYA KITA!!
Sebagaimana yang kita ketahui, pasang keungan amerika sedang jatuh dalam krisis sekarang ini. hal itu ditandai dengan bangkrutnya bank Investasi terbesar Lehman Brother dan beberapa bank lainya. Sebelum itu ekonomi amerika juga dikejutkan oleh mandeknya dan bangkrutnya beberapa bank penyedia kredit rumah di amerika atau yang kita kenal dengan kasus suprime mortgage crisis. Amerika telah terlalu banyak membuang uang untuk perang irak dan perang lainya. Oleh alasan inilah saya merasa orang Amerika pada umumnya harus memilih Obama sebagai presiden mendatang mereka karena Obama berjanji akan lebih fokus pada urusan internal negara dan tampaknya tidak mengidap penyakit WARMANIA alias orang yang suka perang.
saya tak mengerti mengapa setiap Amerika mengalami krisis keuangan, negara-negara lain pasti ikut dan bahkan terjerembab dalam krisis yang sama bahkan lebih parah lagi. Hampir semua pasar saham di Asia dan eropa jatuh secara drastis karena krisis di Amerika.Pertanyaan mendasarnya kemudian adalah: Apakah kita sebegitu lemahnya??mengapa ekonomi kita sangat tergantung sekali? mungkin saya membutuhkan penjelasan seorang guru ekonomi untuk dapat mengerti mengapa ini terjadi.
Krisis adalah suatu kata mengerikan jika kita melihat ulang ditahun 1998 sebab sering sekali dinegara kita ini krisis dibarengi dengan kekacauan yang brutal, perampasan, pemerkosaa dan tindakan biadap lainya. Tidak kah kita tahu bahwa ditahun 1998 hampir lebih dari 100 wanita tionghua diperkosa bahkan ada yang dibakar setelah diperkosa. Krisis ekonomi membawa wajah baru krisis yaitu kekerasan. kita memang mengerti bahwa masalah perut selalu dapat membuat orang bertikai. Indonesia memang perlu bertanya pada dirinya sendiri, apakah indonesia masih molek seperti dulu? Tah saya pun tahu hanya Indonesia sendiri yang mengetahuinya.
Krisis yang terjadi di Amerika menunjukan bahwa sebenarnya fondasi ekonomi Indonesia tiadak didirikan pada dasar yang kuat.Kita punya kekayaan alam yang banyak tapi semua itu dalam dolar dan kita rugi karena biaya yang kita sebut recovery cost. Minyak kita, emas kita, hutan kita semuanya dinikmati oleh asing dengan tertawa,sungguh suatu kejadian memilukan. Apa yang dapat kita simpulkan dari semua itu?Jelas kita menunjukan pada diri kita sendiri bahwa kita LEMAH. OH..OH bodoh sekali saya:memeang kita lemah dari dulu.Jangankan bersaing dengan ekonomi asing?denagn FPI aja pemerintah tak berdaya. Liat saja di TV, dengan gampangnya FPI mengangkangi hukum kita dan menginjaknya tanpa balas. sungguh suatu kesalahan.
Ketika negara lain sibuk dengan rencana menangani dampak krisis di Amerika, liat Indonesia, anggota DPR kita sibuk ingin mengesahkan RUU APP yang tak layak itu. Kita sibuk dengan UAN yang tak adil itu dan segala tetek bengek yang tak bermanfaat bagi bangsa itu. Ya.. Inilah potret kita yang tak akan pernah hilang. Ada lagi yang sibuk dengan wacan membangu negara berdasarkan agama tertentu. Tak pernah kan mereka belajar dari sejarah bahwa tak ada negara maju yang berbasiskan agama. Apakah orang seperti itu tak pernah belajar sejarah atau mereka terbuai dengan cerita agung kesuksesan agama di jaman dulunya itu. Mungkin orang seperti itu telah mengidap penyakit Insomnia Sejarah.
Dalam kondisi ekonomi yang sulit ini, sangat sukar bagi saya memahami hal-hal yang terjadi di Indonesia ini. terlalu banyak hal yang masuk ke otak yang perlu dicerna dan kadang tampaknya kebanyakan informasi juga dapat membuat sensor sendiri tentang mana yang layak dikonsumsi. Saya di Ngabang, tapi pikiran menerawang jauh tentang amerika, german dll. Saya harus mengelelngkan kepala ketiksa membaca di internet bahwa ditangerang ada makam mewah yang satu kuburanya minimal berharga dua miliar. pemakaman itu bernama San Diego Hills.
Mungkin itulah yang harus saya jalani dalam proses memilih itu.
Sekali lagi kita perlu berkata sambil cengis gisan: Liat Betapa lemahnya kita?
Sabtu, 04 Oktober 2008
MISERY AND WISDOM: A MIXTURE
It has been a month or more I have not written anything for my blog in English. Being absent with English for such a long time, to certain extent, has worsened my ability to jot down anything I have in mind in English . As a long-life learner of The English Language, I truly realize the meaning of proverb which says ‘practice makes perfect”. That’s why I write this story in English, though it may be much better if it is written in bahasa.
Today, I don’t really know what forces behind me which push me to write a story of two elders whom I met this morning in my brother’s home. These two elders are a spouse who is familiar to me and most of my family members. This is how the story goes…..
First of all, let me introduce you to the first elder. I don’t know his real name but I am used to calling him ‘sama Boson” meaning that the father of Boson. His first son is Boson, therefore I call him Sama Boson. He is truly old, based on my mother’s story, his age is more than 70 years old. My mother told me that she was a little girl when she saw Sama Boson was a bachelor. It means he must be more than 70 years old since my mother is 63 years old now. He has moved from the village to live in Ngabang (a nearby city) for almost four years. Sama Boson has got several sons and daughters. His eldest son is Boson and Boson also has moved to the city to follow his father. Boson has got married with several children. Since moving to the city, Sama Boson has to look for a new job in the city. What makes me truly sad is that he must become A ‘STONE SCAVENGER’ PEMUNGUT BATU-BATU KECIL”.
He works as a man who collects stones and put them in sacks. He carries the stones from such a quite long distance. He, who is that old, in my opinion, should not do such job because that job requires good stamina and energy. Twice, I went to his home to ask him to make a cage or nest for my mother’s hens. He was not at home; he was working in the location. Since the location is around 2 km from his home, I rode my bike to go there. There, I saw his tired face, frowned skin, and old bones. In my mind I said “if he had a choice, he would not choose to do such job. He seems tired. I could see from his face. Then I came near by him and asked him to stop for a while coz I needed to talk. Then I told him my purpose of coming to him and he said he could do it on Sunday since Monday is the only holiday he has in a whole week. I feel really sad when seeing he carried the stones. By doing such job, he can only earn fifteen thousands a day. If you look at his hair, his hair is almost all white which indicates he is no longer young. Finally we agreed that he will come to my brother’s home on Monday [Monday afternoon when I write this post]. I am garteful to God for giving me a better life.
The second elder is Sino Boson meaning that the mother of Boson. Sino in my language means ‘mother’. Sino boson is also no longer young. She is almost 70 years old. She is older than my mother . She is my mom best friend. My mother few times told me that when they were young, they were good friends just like brothers or sisters. Even when both of them got married, they are still friends now. Unfortunately, Sino Boson is not as lucky as my mother. When I was a kid, when we wanted to go to the nearby city, Sino boson used to be my baby sitter. He carried me with a piece of cloth or ambin in my language. Everyday, Sino Boson also works as A STONE SCAVENGER or pemungut batu in this city. she follows her husband’s footstep. She told me that a pack of selected stones may worth ten thousand. The pack is 25 kg. From her physical looks, I can conclude that Sino Boson is no longer strong. Her face has shrunk to a certain levels; her backbone is no longer up right or Bangkok. Her hand, face, foot show me nothing but tiredness. I feel really sad when I see these two elders. This spouse has been living such a hard and difficult life. Their children should not have let them live that way.
So, you might ask me “what these two elders have to do with wisdom and misery”? here are the reasons:
If we look at the life the spouse lives, there is no doubt that they live a difficult life. Can we imagine if we do a job as they do? I can’t do the job.
In the hardship of their life, they do not really complain about their life. They know that they have to do that job in order to survive. They still thank God for giving them such life to live. They have the wisdom to face the life.
They still support their children with their low income. I always say to them ‘Neng (Kek) why don’t you stay in the village and sap the rubber?”. They trully become wise people.
But there is a question which haunts me in my mind, why don’t they live in the village and sap the rubber rather than work as stone scavengers?
My mom told me that actually they have lands in the village. They actually can earn a better living [income] if they sap the rubber. Let’s say they get 10 Kg of rubber [karet] per day, they can get 90 thousands per day. I don’t know the reasons why the spouse chooses to live in the city. City is cruel to its citizens.
This morning, at 6.30 I picked Sama Boson. I took him to my brother’s home and made his a cup of Cappuccino while waiting my mother came home from the church. He asked me which nests to be made; I said I did not know.
One of the most adorable things I love from my mother is her compassion. She went to the market and bought some vegetables, fish, canned food or sarden. She cooked as if we had a special guest. Frankly speaking we often go out and eat in our favorite Chinese restaurant “Pinten” . I asked my mother in my dayak language “ badakah omeh kum nanuk dangkayuk no?”
Which means Mom, why did you cook so many menus? She told me back by saying “dama jarak ka diri jadi harus nyamanlah ne uman, ne diri kan nga biasa”? which means “ This elder seldom comes to us and eats something good, so I cook him something better”. I always see people as what they are. I am a poor man but i am lucky to have tested the better life.
Sama boson said that no needeed to be busy by cooking and whatever. He said that he just did a small job. We ate together and offered him the food. He ate fully by adding the rice twice. All of his children live in the city and work the job he does. Why do they choose that job? I don’t know.
PS: Actually, I have photos of the spouse in my cell-phone but I cannot post it because my DVD/CD DRIVE is out of order.
MAY GOB BLESS THEM
LOVE
KRISTIAN
Sejarah Tuhan dan Menalar Tuhan
Memang pertanyaan seperti ini telah ada semenjak satu atau dua tahun lalu, namun kemendesakan untuk menjawab hasrat seperti itu tampaknya tidak terlalu urgen.
Tepatnya sekitar satu bulan lalu, saya berkesempatan untuk berkunjung kerumah salah satu teman dekat saya. Dibagian sebelah kiri kamarnya, terdapat sebuah rak buku , di rak itu terlihat dengan jelas sebuah judul buku yang cukup menarik perhatian saya. Tertera denga huruf yang besar sekali
“ SEJARAH TUHAN” karangan Karen Amstrong. Dulu memang saya pernah mencuri membacanya sedikit ketika ditoko buku Toga MasJogja karena tak mampu membeli. Harga buku itu tak tampak bersahabat dengan kantong seorang mahasiswa pas-pas an seperti saya waktu itu. Dengan segala kebaikan yang diberikan oleh ayah teman saya itu yang sekarang calon pastor CDD itu, saya dipinjamkanya buku yang ditulis Karen Amstrong itu.
Ketika baru membuka halaman pengantar dari buku itu, saya paham sekali bahwa buku itu bukanlah buku yang dapat dibaca dengan santai. Saya paham bahwa butuh konsentrasi dan keringat untuk dapat menelan ide yang dituliskan dalam buku itu.
Sampai sekarang, jujur saya masih jauh dari paham tentang isi buku itu, tampaknya saya harus mengerti dulu sejarah panjang peradabaan manusia yang dimulai sejak 14.000 SM yang lalu sebagaimana yang dikisahkan dalam buku itu. Saya baru saja selesai membaca tentang apa yang disebutnya “pada mulanya”. Namun hal itu tak menghalangi saya untuk menulis sedikit kesan tentang buku itu. Dalam buku itu jelaskan dipaparkan bahwa jauh sebeluma ada apa yang kita sebut agama sekarang, peradapan kuno telah mengenal suatu kekuatan yang mereka kenal diluar mereka. Dan jauh sebelum kata “tuhan” itu ada, orang didaerah Tigris sudah mengenal kekuatan yang mereka sebut Manna
Entah benar atau tidak, Manna merupakan cikal bakal tuhan yang kita kenal sekarang. Orang Afrika juga sudah mengenal kekuatan itu, dan mereka masih percaya pada dewa langit mereka. Maka jelas pada tahap ini saya ingin mengatakan bahwa ‘pengalaman akan tuhan merupakan suatu yang personal dan pengalaman tiap-tiap orang akan tuhanya sangat berbeda’ oleh sebab itu segala macam pemaksaan ketuhanan terhadap suatu kelompok adalah suatu kesalahan besar. Dengan membaca sedikit buku itu, saya sedikit mengerti bahwa ide tentang apa yang kita sebut tuhan itu tidak jatuh begitu saja dari langit. Konsep ketuhanan dari jaman kejaman itu berbeda sekali dan dapat dikatakan pada tahap tertentu sangat ditentukan kebutuhan jaman waktu itu. Sebagaimana saya katakan dari awal, pemahamana saya terhadap dari buku itu jauh dari memuaskan. Tampaknya saya harus lebih bersabar dala mencerna makanan yang begitu sulit itu. Semoga saya bisa.
Buku pertama memberi sedikit cahaya terang tentang sejarah ketuhanan kita sekarang ini. Tah mengapa, saya sering sekali menemukan sesuatu hanya karena bungkusan dan gimmick yang ada diluarnya membuat saya tertarik. Hal ini, juga terjadi dengan buku kedua yang hanya saya baca beberapa bagian. Dulu, ketika ada kesempatan pegi keJogja, tepatnya November 2006, saya menyempatkan diri pergi kegedung yang bersebelahan dengan hotel Saphir. Saya lupa nama gedung itu, namun satu yang pasti saya ingat waktu itu: ada bazzar buku murah digedung itu.
Setelah cukup lama melihat-lihat buku dibeberapa stand buku, saya akhirnya mampir dipojok buku terbitan Kanisius. Di depan stand buku itu, tertampang suatu baliho buku yang berjudul “menalar tuhan” karangan romo Franz Magnis Suseno. Sebenarnya saya ingin sekali melihat dan sekedar membaca buku itu sebentar saya untuk menilai apakah saya suka atau tidak, namun karena masih disegek, saya tak bisa dan itu membuat saya penasaran maka saya pun memutusakan untuk membelinya.
Buku itu sangat menantang menurut saya karena menawarkan kita sebagai orang yang percaya akan tuhan suatu cara beriman yang lebih berbobot. Kita tidak akan hanya “berkata “pokoknya saya percaya tuhan” dan “itu urusan saya’. Buku romo Magnis itu sangat enak dibaca hanya pada bab-bab pertama saja yaitu ketika berbicara tentang asal usul Ateisme:mulai dari Fuerbach dengan hasil proyeksi manusianya sampai dengan Freud dengan neurosis sebagai tuhanya. Bagian itu cukup lumayan saya pahami karena tidak begitu membutuhkan suatu nalar yang begitu rumit. Bagian akhir buku itu juga bicara tentang topik yang begitu menarik yaitu tentang Teodisia. Suatu pertanyaan yang tak mudah dipahami. Namun penjelasan bab itu cukup memuaskan saya.bagian yang terumit dari buku itu adalah ketika Romo Magnis mulai menjelaskan “jalan-jalan menuju tuhan’, dengan segala silogisme dan nalar yang sulit, saya sampai sekarang belum paham pada bagian itu. Sulit sekali.mungkin saya yang tak cukup pandai untuk memahami alias Bodoh.
Namun ada hal penting yang saya pelajari dari buku itu: Beriman bukan bearti percaya pada suatu proposisi begitu saja tanpa mencoba menalar proposisi itu.Justru iman yang hanya percaya begitu saja menurut romo Magnis bisa dipertanyakan kesahihanya.beriman perlu suatu pemahanam mendalam terhadap apa yang di imani dan iman tak selalu berlawan dengan akal.
Saya berharap dapat memahami keimanan saya dengan lebih baik. Semoga...
Love
Kristian
Guru : Keterbukaan
Ada pepatah dalam bahasa kita: tak ada rotan, akar pun jadi. Mungkin itulah yang saya alami sekarang. Karena kekurangan jam mengajar bahasa Inggris karena sudah ada tiga guru senior, saya mendapat tugas baru dalam profesi guru saya yaitu sebagai guru mata pelajaran sosiologi. Memang sebelumnya sang wakil bos yaitu wakasek telah menanyai saya tentang mapel apa saja yang saya bisa ajarkan selain bahasa Inggris yang memang latar belakang pendidikan saya, maka saya mengatakan saya suka sosiologi dan antropologi.
Maka ketika mendapat jadwal mengajar, disitu tertera bahwa saya juga mengajar tiga kelas sosiologi kelas satu. Dalam hati saya berkata: wow it is new challenge for me.
Jujur kukatakan, saya suka sekali membaca buku-buku bidang humaniora baik itu dibidang sosiologi, agama, antropologi dll. Maka saya dengan cukup jelas berkata pada diri saya bahwa saya bisa. Sosiologi tampaknya bukan hal baru bagi saya, nun ketika saya kuliah bahasa Inggris dulu saya sudah pernah membaca buku tentang markisme karangan romo baskara dan franz magnis dan sedikit ilmu filsafat tentang Auguste Comte, Hegel dan sejawatnya. Jadi jelas sosiologi adalah suatu bidang yang saya senangi.
Dalam setiap pelajaran sosiologi, saya tidak pernah memberi catatan kepada murid saya. Sejak awal saya katakan bahwa saya menganggap mereka orang dewasa maka oleh sebab itu saya akan menjelaskan tiap sub bab dan mereka mendengarkan penjelasan saya. Nanti ketika sudah saya jelaskan baru mereka ringkas sendiri inti dari penjelasan saya. Tujuan dari cara mengajar seperti itu supaya siswa terbiasa memahami dulu baru mencatat dan itupun yang mereka anggap penting saja.
Biasanya, ketika saya sudah selesai menjelaskan suatu bab atau sub bab tertentu, saya membuka suatu kesempatan atau ruang untuk bertanya secara bebas. Pada sesi tersebut saya berikan kesempatan yang seluasnya untuk bertanya segala hal, bukan hanya tentang pelajaran mereka. Setelah melewati beberapa tahap, saya yang guru ini memperoleh beberapa masukan.
Pada suatu kesempatan, seorang siswa perempuan bertanya kepada saya seperti ini “ pak, menurut bapak, bumi ini ciptaan tuhan atau merupakan sebuah proses alam seperti dalam teori big bang? Bapak percaya mana?
Setelah berpikir sejenak, saya akhirnya mengatakan kepada mereka bahwa jawaban kita sangat tergantung dari paradigma yang kita miliki. Jika seorang yang sangat religius maka dia akan percaya hal yang pertama. Jika ia seorang Ilmuwan yang ateis maka ia percaya yang kedua. Namun saya katakan kepada mereka bahwa saya memilih jalan tengah: artinya saya percaya bumi ini diciptakan tuhan, tetapi tuhan tidak menciptakanya serta merta begitu saja melainkan ada proses yang dilakukan oleh alam itu sendiri dimana tuhan ikut campur didalamnya. Hal inilah yang dipelopori Pastor Piere Teiihard De Chardin.
Bagi saya, guru harus terbuka terhadap segala kemungkinan yang ada, termasuk kemungkinan tidak bisa menjawab pertanyaan siswa pada saat mengajar. Saya katakan kepada mereka seandainya saya tak bisa menjawab maka saya akan konsultasi ke guru besar saya professor GOOGLE dulu. Adalah baik menunda jawaban kita kepada siswa daripada menjawab pertanyaan dengan salah atau mengada-ada karena akan menjatuhkan kredibilita kita sendiri.
Pertanyaan yang diajukan siswa pada setiap sesi sangat berbeda. Ada yang bertanya tentang penyakit hipospadia yang saya terpaksa harus mencari di internet, tentang sex, aids, dan bahkan tentang apa kriteria orang sukses. Pertanyaan-pertanyaan itu mengajarkan saya satu hal yang penting:keterbukaan. Seorang guru harus terbuka terhadap hal baru, pengetahuan baru karena dunia telah berubah begitu cepat.
Hal inilah yang membedakan guru jaman dulu dan jaman sekarang. Dijaman sekarang siswa sudah mulai bertambah kritis dan sering kali mereka ingin sekali ‘mencobai” gurunya dan hal itu menurutku adalah hal yang sangat wajar.
Oleh sebab itu menurutku guru harus sering mengupdate kemampuanya.
Ada juga murid yang kalau saya tidak salah kelas C bertanya suatu pertanyaan yang bersifat metafisika. Sang murid bertanya bertanya kepada saya “bagaimana kita tahu bahwa tuhan itu ada atau tiada pak”? pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dan diluar jangkauan akal budi kita. Saya meminta maaf dan menjawabnya dengan berakata “ akan sangat sulit menjelaskan segala sesuatu yang terjadi didunia ini jika kita tidak mengandaikan adanya tuhan”. Semua keteraturan yang ada dibumi, ciptaanya dll. Dalam mengajar sosiologi saya menemukan suatu perasaan senang dan cukup bergairah. Tidak seperti ketika mengajar bahasa Inggris, saya merasa bosan dan siswa sulit mengerti apa yang saya jelaskan. Saya pun tan mengerti apakah saya yang tidak bisa mengajar atau apa ?. Saya juga binggung.
Love
Kristian
Kamis, 25 September 2008
BOLA DAN PENDIDIKAN
Bola dan pendidikan secara kasat mata bukanlah sesuatu yang saling berkaitan. Mungkin kedua hal itu bisa dikatakan suatu paradoks. Masing-masing sangat berbeda. Namun jika kita amati, kita akan menemukan suatu kesamaan dan juga perbedaan yang terdapat di kedua hal itu.
Pertama, Kondisi persepakbolaan Indonesia dapat dikatakan sebagai cermin situasi pendidikan Indonesia secara umum. Disepakbola kita, kita sering melihat para supporters berkelahi, pemain meninju wasit, para hooligan memukuli pemain karena timnya kalah. Maka sebenarnya, keadaan sepobola kita berbanding lurus dengan keadaan pendidikan dinegeri kita. Didaerah-daerah banyak sekolah yang rusak berat bahkan diJawa yang notabenya dekat Jakarta juga banyak yang ambruk, Guru-guru banyak yang kurang, banyak guru yang terpaksa harus menjadi serba bisa, penghargaan negara terhadap guru yang sebegitu rendah. Konon, saya pernah membaca di Internet bahwa gaji guru Indonesia merupakan gaji guru terendah seasia tenggara. Sungguh-sungguh amat memalukan. Gambaran sepakbola kita jelas merupakan gambaran pendidikan kita juga. Pendidikan kita mengandung banyak hal yang tak realistis dan kadang ada kebijakan yang mengada-ada misalnya pengadaan buku melalui BSE [ Buku Sekolah Elektronik] ini adalah kebijakan yang tidak realistis. Secara statistik kita bisa meragukan kebijakan semacam itu. Berapakah banyakah guru yang memiliki dan bisa mengunakan komputer? apakah Internet sudah ada disetiap sekolah? seberapa banyak murid disekolah bisa menggunakan komputer? tentu jawaban atas pertanyaan itu akan menunjukan betapa tidak masuk akalnya kebijakan pemerintah itu.
Kedua, Sepakbola Indonesia penuh dengan carut marut politis yang merusak. Hal ini diawali dengan ketua PSSI yang merupakan seorang tahanan yaitu Nurdin Hamid yang tersangkut dengan kasus gula. Saking hancurnya sistem yang ada di PSSI, FIFA terpaksa menghukum Indonesia karena masih mempertahankan Nurdin sebagai ketua padahal dalam aturan FIFA seorang tahanan tidak bisa menjadi ketua sebuah organisasi bola. Tetapi apa mau dikata, Nurdin masih kuat dan dia masih tetap ketua PSSI walaupun dalam penjara. Sungguh suatu Ironi.
Maka dalam pendidikan Indonesia, juga terdapat banyak ironi yang sama. Ini salah satu contohnya adalah UAN. Dengan menyelengarakan UAN, pemerintah telah melanggar UU SISDIKNAS yang telah dibuatnya sendiri sebagai UU. jelas dalam salah satu pasal UU SISDIKNAS dlam baba evaluasi dikatakan bahwa yang berhak melakukan evaluasi pendidikan adalah pendidik yang mendidik disekolah tersebut. dengan adanya UAN, jelas itu telah melanggar UU tsbt. Didalam perpress UAN juga dikatakan fungsi UAN hanyalah untuk memetakan kondisi pendidikan Indonesia secara keseluruahan, tidak dalam menentukan kelulusan. Tanya kenapa? Para ahli pendidikan pun tak akan mampu mengoyahkan kenyakinan pemerintah. Maka usaha menghentikan UAN laksana meludah ke udara melalui jendela bus:ada energi yang keluar sia-sia.
Selain persamaan, ada juga perbedaan yang menohok yang saya saksikan dala cuplikan tadi siang. Dalam berita tersebut dikatakan PEMDA Makasar menyuntika uang sejumlah 10 miliar supaya PSM dapat ikut dalam kompetensi sepakbola nasional. Sungguh suatu Ironi. Dalam pendidkan justru hal yang berseberangan yang sering terjadi, jangankan menyuntikan dana untuk pendidikan, malah pemda setempat sering menyunat dan pendidikan yang seharusya untuk kesejahteraan guru. Tengoklah gaji pemain bola, 3 sampai 4 juta. Liat guru, ia akan tetap oemar Bakri seperti yang dilukisan sang penyanyi dengan baik. Sungguh mengecewakan.
Love
Kristian
Sabtu, 20 September 2008
RUU ANTI PORNOGRAPHY: PRODUK KEBODOHAN BANGSA
Sebagai seorang yang baru belajar menjadi Liberal dalam hal pemikiran, saya harus dengan berani berkata bahwa saya tidak setuju dengan di sah-kanya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi [RUU APP] menjadi sebuah Undang-Undang. Tentu saya tak seraya menolak undang-undang tersebut begitu saja tanpa mengajukan beberapa alasan yang menurut hemat saya cukup rasional. Menurut hemat saya ada beberapa alasan mendasar mengapa undang-undang seperti ini tidak layak di sahkan dan bahkan dapat dikatakan merupakan sebuah PRODUK KEBODOHAN BANGSA KITA.
Pertama, jika kita pernah mempelajari sedikit tentang ilmu Antropologi, maka kita tahu bahwa setiap manusia yag dilahirkan di dunia memiliki apa yang kita sebut KEBEBASAN INDIVIDU. Setiap manusia memiliki kebebasan semacam itu. Seorang manusia berhak memilih apa yang akan dimakanya, pakaian yang dipakainya serta rambut model apa yang ingininya ketika ia pergi kesalon. Jelas bahwa kebebasan individu meliputi kekuasaan manusia tersebut terhadap tubuhnya sendiri. Dalam menghadapi ada KEBEBASAN INDIVIDU yang dimiliki setiap manusia ini, maka tugas utama negara adalah mengatur supaya masing-masing kebebasan individu tiap orang tidak menggangu atau merampas bahkan mungkin meniadakan hak individu orang lain. Maka kita mengenal adanya aturan kehidupan yang mengatur kehidupan kita bersama secara baik. disinilah menurut saya kesalahan mendasar RUU APP yang mungkin Senin esok mungkin akan disahkan oleh anggota DPR yang tidak mengerti soal yang akan disahkanya itu. Dengan disahkan RUU APP itu, negara telah merampas kebebasan Individu yang dimiliki tiap manusia. Negara telah masuk keranah terdalam dalam kehidupan manusia dan ini merupakan suatu bentuk kebodohan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dibumi pertiwi ini. Hal seperti inilah yang menurut Romo Haryatmoko disebut PATERNALISME NEGARA:yaitu semacam kondisi dimana negara ingin menjadi polisi moral bagi seluruh warga negaranya yang biasanya dilakukan dengan alibi luhur tentang moral masyarakat. Biasanya menurut Haryatmoko beberapa alasan mengapa negara sangat ingin sekali mencampuri urusan moral rakyatnya: pertama, menjaga keteraturan dan kepantasan publik dengan melindungi anak-anak dan mereka yang diangap rentan atau belum dewasa dari segala bentuk visual yang merugikan secara moral. Kedua, bertujuan melindungi perempuan agar tidak diperlakukan sebagai objek pornografi. Ketiga, mencegah dan menghukum semua yang dikategorikan melanggar moral diluar batas moral perkawinan. Tujuan diatas tentu sangat luhur dan mulia, namun jika dilihat lebih dalam, dasar seperti itu memilki beberapa kelemahan.
Pertama, dengan turut campur dalam moral rakyatnya, negara beranggapan bahwa rakyatnya tidak mampu memilah mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa otonomi moral setiap manusia indonesia dipertanyakan dengan disah-kan RUU ini. Kedua, tujuan ini juga meniadakan prinsip Subsidiaritas dalam masyarakat artinya jika suatu komnitas mampu menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan yang ada di komunitas itu, maka campur tangan negara sebenarnya tidak diperlukan karena hal itu akan melemahkan Civil Society atau masyarakat madani didaerah itu karena negara cenderung mengurusi semua urusan rakyatnya. Ketiga, Paternalisme negara terhadap rakyatnya yang semacam ini bersifat elitis dan diskriminatif. Ada nafsu negara dengan aktor-aktor pemainya ingin mengontrol massa yang dianggap jelek. UU seperti ini sangatlah dipertanyakan. Maka dengan mudah instrumen hukum ini mendiskriminasikan kelompok lain yang berbeda.
Kedua, menurut pengetahuan saya sendiri, RUU APP sendiri memiliki beberapa masalah didalamnya. Salah satu masalah yang pernah saya ketahui adalah masih tidak jelasnya definis pronografi itu sendiri. Masih terasa segar dalam benak saya, saya pernah ikut seminar membahas RUU ini sekitar tahun 2005 di Kampus dengan nara sumber Dr. Gadis Arivia, Dr. Haryatmoko dan seorang Antropolog UGM yang saya lupa namanya. Kalau saya tidak salah dalam RUU dikatakan bahwa PORNOGRAFI adalah segala sesuatu baik itu gambar,tulisan,visual,foto dan sebagainya yang tidak senonoh,mesum cabul yang dapat meransang seseorang jika melihatnya. Pengertian seperti ini sungguhlah pemahaman yang sangat ambigu dan membinggungkan. Pada taraf manakah kita bisa mengukur seseorang terangsang jika melihat sesuatu? Apakah batasan-batasan apa yang disebut cabul? Kapan sesuatu itu bisa dikatakan porno? Jelas bagi saya pengertian seperti ini sangat diragukan. Oleh sebab itu menurut saya RUU ini adalah bentuk nyata dari ketidakmampuan anggota DPR kita dalam menyusun UU. Ukuran tentang porno dengan pengertian ini sangatlah subjektif karena tergantung kondisi mental dan afektif seseorang. Setiap orang mungkin memilki pandangan atau rasa yang berbeda ketika melihat sebuah lukisan telanjang.maka, suit sekali membuat batasan-batasan pornografi.
Ketiga, RUU APP mengorbankan kebebasan wanita terhadap tubuhnya. Seperti sudah saya sebutkan diatas, seharusnya wanita bebas menentukan apa yang dia lakukan terhadap tubuhnya selama tidak melawan hukum yang berlaku. Maka RUU APP yang kalau tidak salah hampir semua pasal mengatur bagaimana wanita harus mengatur tubuhnya dalam berpenampilan [ seingat saya, saya pernah membaca kopian RUU ini ketika seminar itu. RUU berisi sekitar 93 pasal]. Maka dengan sengaja negara telah merampok wanita atas hak tubuhnya yang semestinya dimilkinya. Sungguh sebuah bentuk kebodohan baru. Wanita Indonesia akan senggsara oleh RUU yang bearoma padang pasir.
Ke-empat, Pengawasan berlebihan yang dilakukan negara terhadap tubuh warganya secara tidak langsung membatasi kreativitas masyarakat karena pergerakan tiap individu akan sangat diawasi dan hal ini tidak menghargai proses perkembangan individu. Padahal menurut J.S Mill hal yang seharusnya diperhatikan negara adalah perkembangan individu dalam jangka panjang. Dengan pengekangan yang demikian rupa, kita akan sulit berkembang.
Kelima, dengan adanya RUU ini pemerintahan ingin menyamaratakan perbedaan – perbedaan yang ada dalam kebudayaan lokal ditiap daerah yang ada di indonesia. Hal ini akan sangat berbahaya karena bisa menimbulkan Disintegrasi bangsa kita. Misalnya, bertelanjang dada dan mengunakan koteka bagi masyarakat pedalaman papuan dan kalimantan adalah hal yang biasa dan merupakan bagian tradisi. Akankah negara memenjarakan mereka semua? RUU ini mengancam kelestarian budaya indonesia yang beragam. Maka saya tidak heran propinsi BALI sangat menolak RUU tersebut. Dalam bahasa kasarnya, BALI bisa memisahkan diri dari indonesia.
Ke-enam, secara tidak langsung UU ini jelas menampar setiap kaum laki-laki di indonesia. Dengan membatasi semua cara pakaian wanita yang katanya dapat merangsang [yang merangsang laki-laki maksudnya] jelas RUU ini mengatakan dengan jelas bahwa setiap laki-laki di indonesia ini tidak BERMORAL karena kita yang laki-laki ini akan selalu terangsang meilhat wanita dan mugkin menurut negara jika kita terangsang, maka kita kan cenderung memperkosa. Landasan pemikiran ini jelas menampar laki-laki secara mentah-mentah dan jelas menunjukan rendahnya MORAL LAKI-LAKI.
Ke-tujuh, jelas menurut saya, RUU ini lebih merupakan produk yang sangat dipengaruhi muatan agama dari pada muatan akal sehat demi kemaslhatan manusia. Menurut saya, tidak semua masalah kehidupan manusia bisa diselesaikan oleh agama. Agama tidak mengandung semua solusi masalah kehidupan. Agama selalu ingin mencapai segala sesuatu dalam keadaan ideal, padahal dalam kehidupan nyata, yang ideal adalah sesuatu hal yang hampir tak mugkin dicapai.
Maka pada tahap ini, jelaslah bagi saya RUU ini adalah bentuk kebodohan baru bangsa Indonesia yang masih saja bergulat dengan tetek-bengek seperti ini. Menurutku biarlah manusia itu sendiri yang mengurus moralnya. Disitulah fungsi keluarga pada dasarnya.
Love
Kristian